Goldman Sachs memproyeksi harga minyak dunia bakal melesat ke US$107 atau setara Rp1,6 juta (asumsi kurs Rp15.336 per dolar AS) per barel pada 2024 imbas manuver Arab Saudi dan Rusia.
Perusahaan mulanya memprediksi harga minyak Brent akan menyentuh US$86 pada Desember 2023 dan terbang ke US$93 pada akhir 2024. Kini, dengan dua skenario bullish baru, bank investasi asal AS itu merevisinya.
Pertama, perkiraan pasokan minyak Arab Saudi yang dipangkas hanya tinggal 500 ribu barel per hari. Goldman Sachs menyebut sentimen ini sudah mengangkat harga minyak US$2 per barel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, Goldman Sachs memperingatkan beberapa asumsi produksi minyak yang berpotensi salah jika perpanjangan pemotongan produksi OPEC+ terus berlanjut.
"Pertimbangan skenario bullish di mana OPEC+ mempertahankan pemotongan pada 2023 sepenuhnya berlaku hingga akhir 2024 dan di mana Arab Saudi hanya meningkatkan produksi bertahap," tulis analis dalam laporan Goldman Sachs, dikutip dari CNN, Kamis (7/9).
Harga minyak yang lebih tinggi memang bakal membantu Arab Saudi menyeimbangkan anggaran dan Rusia mendanai mesin perangnya.
Akan tetapi, Goldman Sachs mengatakan harga minyak yang mencapai tiga digit bakal membuat produsen minyak serpih AS meningkatkan pasokan mereka demi menurunkan harga. Selain itu, harga minyak mahal bakal mendorong lebih banyak investasi pada energi ramah lingkungan.
Di lain sisi, Goldman Sachs yakin OPEC+ mungkin tidak bakal merelakan harga minyak tembus di atas US$100 karena politik harga bensin AS. Presiden AS Joe Biden diklaim tak mau harga bensin melonjak, terutama menjelang pemilu.