Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menyoroti perilaku konsumtif anak muda yang menggunakan paylater atau pinjaman online (pinjol) demi membeli album K-pop.
Huda menilai penggunaan pinjol demi memiliki album atau merchandise K-pop cukup berbahaya mengingat rata-rata anak muda belum berpenghasilan.
"Salah satu yang cukup berbahaya itu adalah dengan paylater ataupun pinjol itu digunakan untuk beli photo album idola K-pop, itu banyak sekali dan terjadi," ucap dia dalam diskusi publik daring 'Bahaya Pinjaman Online Bagi Penduduk Usia Muda', Senin (11/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita sah-sah saja ya mereka menggunakan paylater maupun pinjol untuk membeli apapun, tapi anak-anak muda ini kan banyak yang belum berpenghasilan," sambungnya.
Huda mengatakan anak-anak muda yang menggunakan paylater atau pinjol untuk kebutuhan leisure atau kesenangan ini jarang melibatkan peran orang tua.
Oleh karena itu, dia mengusulkan agar ada pengetatan administrasi untuk mengajukan paylater atau paylater berdasarkan kategori usia dengan persetujuan dari orang tua.
"Makanya, kita harap untuk usia di bawah 19 tahun ataupun di bawah 23 tahun yang belum mendapatkan penghasilan, ketika mengajukan paylater ataupun pinjol, ada persetujuan dari orang tua," lanjut Huda.
Huda memaparkan data yang menunjukkan rata-rata peminjam di bawah usia 10 tahun bisa sebesar Rp2,3 juta. Sementara pinjaman untuk peminjam dengan rentang usia 20-34 tahun sebesar Rp2,5 juta.
Di sisi lain, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pendapatan rata-rata anak muda di Indonesia dengan rentang umur 19-34 tahun hanya Rp2 juta per bulan.
"Jadi ini kalau bisa saya bilang itu bahaya juga bahwa akhirnya lebih besar pasak daripada tiangnya, alias dia mengutangnya lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan pemuda," kata Huda.