Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan sejumlah bantuan sosial kepada masyarakat menjelang berakhir masa jabatannya.
Bantuan itu di antaranya bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat dalam menghadapi fenomena El Nino sebesar Rp200 ribu per bulan. Bantuan akan diberikan selama dua bulan pada November hingga Desember 2023.
Lalu, pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) atas pembelian rumah di bawah Rp2 miliar. Ada juga insentif berupa biaya administrasi untuk pembelian rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah sebesar Rp4 juta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengumuman BLT El Nino, penggratisan PPN dan pemberian insentif pembelian rumah itu menambah daftar panjang bantuan yang diberikan Jokowi ke masyarakat.
Bantuan diumumkan berdekatan dengan diumumkannya putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres) mendampingi Prabowo Subianto.
Gibran diumumkan sebagai bacawapres pada Minggu (22/10) malam. Sementara bantuan Jokowi diumumkan oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto pada Selasa (24/10).
Pemerintahan Jokowi sih berdalih bantuan diberikan dengan satu alasan; menjaga momentum pertumbuhan ekonomi supaya bisa terjaga. Untuk BLT, bantuan diberikan demi membantu masyarakat kurang mampu menghadapi lonjakan harga kebutuhan pokok sehingga mereka tetap bisa 'jajan'.
Sementara itu bantuan sektor perumahan diberikan karena besarnya kontribusi ekonomi sektor tersebut. Data pemerintah yang disodorkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menunjukkan sektor properti telah mampu menciptakan lapangan kerja bagi 13,8 juta orang.
Sektor itu memiliki kontribusi terhadap penerimaan pajak sampai 9,3 persen. Sektor tersebut juga berkontribusi pada Pendapatan Asli Daerah sampai dengan 31,9 persen.
Namun di tengah kontribusi itu, peran sektor perumahan terhadap PDB belakangan ini hanya 0,67 persen alias menurun. Pemerintah berharap gelontoran insentif itu bisa menggairahkan sektor properti.
Lantas, benarkah rakyat sekarang ini butuh bantuan itu supaya mereka bisa tetap 'jajan' dan momentum pertumbuhan ekonomi bisa terjaga, atau justru seluruh bantuan itu bermotif politik demi mendorong elektabilitas Gibran?
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan insentif dan disinsentif adalah instrumen yang bisa digunakan pemerintah untuk mengintervensi pasar, selain pelonggaran atau pengetatan regulasi.
Intervensi bisa dilakukan saat perlambatan pertumbuhan, kontraksi, skandal, atau krisis.
Nah, berkaitan dengan masalah ini, ia menilai BLT El Nino memang dibutuhkan masyarakat. Pasalnya, El Nino memang telah membuat banyak petani gagal panen, pasokan beras langka sehingga mendongkrak harganya.
"Kondisi ini sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu. Sementara komitmen impor membutuhkan waktu untuk terealisasi. Sehingga, insentif El Nino, apapun bentuknya, memang cukup dibutuhkan publik," katanya kepada CNNIndonesia.com.
Begitu juga dengan insentif pembelian rumah. Ronny menilai wajar itu diberikan agar tingkat kepemilikan rumah (home ownership) di Indonesia semakin baik.
Selain itu, Ronny mengatakan sektor properti memang mengalami kontraksi belakangan sekitar 0,6 persen. Kemudian kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan masyarakat atau backlog masih sangat tinggi, yakni 12 juta.
Padahal, sektor properti punya kontribusi cukup besar pada pertumbuhan ekonomi, mulai dari menciptakan lapangan pekerjaan hingga berkontribusi pada pendapatan negara dan daerah.
Namun karena begitu pentingnya sektor properti, Ronny mengatakan insentif seharusnya diberikan sedari dulu. Karena itulah tak heran kata Ronny, guyuran insentif jelang Pilpres 2024 ini menimbulkan curiga.
Memang, Jokowi tak bisa lagi menjadi presiden. Tapi, Gibran anaknya, Rabu (25/10) kemarin daftar ke KPU bersama Prabowo Subianto menjadi calon wakil presiden dan calon presiden yang akan bertarung di Pilpres 2024.
"Memang perlu dipertanyakan, mengapa baru sekarang dikeluarkan, pas bertepatan setelah arah dan tendensi politik Jokowi mulai jelas. Dikhawatirkan pemerintah memainkan kartu 'Pork Barrel Politics' atau menggunakan program dan anggaran pemerintah untuk membantu salah satu kandidat agar mendapatkan citra positif, baik langsung ataupun tidak langsung," imbuhnya.