Pemerintah daerah khawatir UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang baru diteken Presiden Joko Widodo akan membuat roda pemerintahan di daerah kolaps.
Kekhawatiran ini disampaikan oleh Safruddin selaku pejabat daerah Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Ia mengaku tak bisa menahan untuk mencurahkan kekhawatiran ini kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB).
Curahan kekhawatiran salah satunya ia sampaikan terkait perekrutan dan pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Menurutnya, daerah yang selama ini bergantung pada dana alokasi umum (DAU) dari pemerintah pusat berpotensi terganggu keberlangsungan operasionalnya akibat masalah ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah, dalam proporsi setelah keluarnya aspek penataan manajemen ASN atau lahirnya UU Nomor 20 Tahun 2023 itu tentunya akan menjadi beban dan bahkan (bakal) ada daerah yang kolaps," kata Safruddin dalam Penataan Manajemen ASN Pasca-UU ASN di Kemenpan RB, Jakarta Selatan, Senin (6/11).
Lihat Juga : |
"Kenapa? Karena dari pembebanan itu berdasarkan kemampuan daerah. Kecuali kebijakannya dikembalikan pada satu kebijakan negara dari asas perhitungan kebutuhan dan ketersediaan anggaran yang ada, itulah yang menjadi kebutuhan daerah harus diangkat (PPPK)," sambungnya.
Namun, Plt Asisten Deputi Manajemen Talenta dan Peningkatan Kapasitas SDM Aparatur Kemenpan RB Agus Yudi Wicaksono menilai kekhawatiran Pemda Konawe Utara berlebihan. Ia mengakui memang akan ada dampak yang timbul dari UU ASN ini, tetapi tidak sampai membuat daerah kolaps.
Oleh karena itu, Yudi meminta pemda punya peta jalan untuk memitigasi dampak yang akan timbul di kemudian hari.
"Rasanya tidak (kolaps) pak. Yang terjadi adalah kemungkinan ada pegawai bapak yang digaji di bawah salary range, di bawah rentang salary. Ketika kita simulasikan untuk migrasi pertama kali bisa jadi ada yang di bawah rentang gaji baru," jelasnya.
"Berarti harus ada penurunan. Kalau anggaran tidak bisa nambah, pendapatan asli daerah (PAD) enggak semakin besar, atau top up dari pusat tidak bisa bertambah, maka pilihannya harus ada redistribusi pegawai di instansi itu," sambung Yudi.
Yudi mengatakan pemda tak perlu khawatir karena nanti akan ada Bursa Aparatur Sipil Negara (ASN). Ia menegaskan setiap pemda bisa melihat mana formasi dan posisi yang dibuka di daerah lain.
Ia mencontohkan Pemda Konawe Utara bisa melihat Bursa ASN untuk pemda di kawasan Sulawesi Tenggara lain dengan anggaran lebih longgar. Nantinya, para pegawai di Konawe Utara bisa didorong untuk mutasi ke pemda tersebut.
"Itu untuk sistem basket anggaran. Kalau tidak, ya kita kembali ke sistem sekarang, di mana gaji kita lebih kecil dari insentif. Bapak/ibu sejahtera ketika masih menjabat, tapi begitu pensiun langsung terjun bebas. Hidup ini pilihan, mau sistemnya basket atau centralised kayak sekarang," tandas Yudi.
Di lain sisi, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Sandy Firdaus paham pemda berharap ada semacam mandatory spending tambahan untuk urusan kepegawaian. Ia menyebut masukan itu akan ditampung.
Namun, Sandy menekankan manajemen ASN tidak hanya bicara soal gaji, ada juga pola yang dibentuk. Oleh karena itu, ia menegaskan pemerintah terus terbuka dengan segala masukan dari pemerintah daerah.
"Sedikit menambahkan tadi Pak Asisten Deputi Yudi sampaikan terkait daerah yang mungkin kolaps, istilah bapak tadi. Sebetulnya ini yang memang masih dalam simulasi bagaimana dengan range baru apakah 546 daerah bisa langsung melaksanakan semua, walaupun kemungkinan itu kecil kalau bisa 100 persen masuk semua dalam range salary," komentar Sandy.