Pendanaan transisi energi lewat skema Just Energy Transition Partnership (JETP) kerap menjadi perdebatan. JETP dikhawatirkan hanya memupuk utang baru bagi negara miskin dan berkembang.
Teranyar, Presiden Joko Widodo menyindir bentuk pendanaan transisi energi dari negara maju. Menurutnya, AS dan negara maju lain hanya akan menambah beban finansial baru.
Jokowi mengatakan akan ada tumpukan utang imbas pola pendanaan yang seperti bank komersial. Menurutnya, negara maju seharusnya memberikan pendanaan konstruktif jika benar-benar ingin mendukung transisi energi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampai saat ini yang namanya pendanaan iklim dan transisi energi masih business as usual, masih seperti commercial bank. Padahal seharusnya lebih konstruktif, bukan dalam bentuk utang yang hanya akan menambah beban negara-negara miskin maupun berkembang," ujar Jokowi dalam Kuliah Umum di Stanford University, AS pada Rabu (15/11).
Lihat Juga :LAPORAN DARI AMERIKA SERIKAT Jokowi Akui Belum Ada Investor Asing Masuk IKN |
Jokowi memang tak secara gamblang menyinggung program JETP. Kendati, skema pendanaan inilah yang dijanjikan negara maju untuk membantu negara-negara berkembang seperti Indonesia untuk beralih ke energi hijau.
Lantas, negara mana saja yang berpotensi 'terjebak' dalam jerat utang JETP?
Mengutip International Institute for Sustainable Development (IISD), JETP pertama kali diluncurkan dalam KTT COP26 di Glasgow, Skotlandia pada 2021. Saat itu, Afrika Selatan menjadi negara pertama yang mendapatkan pendanaan via program ini.
Afrika Selatan dijanjikan dana transisi energi sebesar US$8,5 miliar atau setara Rp131 triliun (asumsi kurs Rp15.524 per dolar AS) oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, Prancis, Jerman, hingga Inggris.
Tepat setahun setelahnya, Afrika Selatan menyampaikan rencana implementasi dana JETP tersebut. Ini dikemukakan dalam KTT COP27 di Sharm el-Sheikh, Afrika Selatan.
Mereka menyebut kebutuhan investasi prioritas di Afrika Selatan meliputi sektor listrik, kendaraan energi baru terbarukan (EBT), dan hidrogen ramah lingkungan. Namun, total dana yang dibutuhkan ternyata lebih besar, yakni menyentuh US$98 miliar alias Rp1.520 triliun.
Lihat Juga : |
Pendanaan JETP untuk Indonesia sebesar US$20 miliar atau setara Rp314 triliun disepakati dalam KTT G20 di Bali pada November 2022 lalu. Ini adalah angka terbesar dibandingkan negara penerima bantuan lain.
Sayang, pendanaan tersebut nyatanya bukan bersifat hibah atau uang cuma-cuma. Program JETP lebih memberikan pendanaan melalui pinjaman alias utang.
Mengutip Asean Briefing, JETP untuk Indonesia bakal terdiri dari gabungan pinjaman lunak, pinjaman berbasis pasar, hibah, penjaminan, serta investasi swasta dari entitas publik dan swasta. Seluruh aspek pendanaan itu dijanjikan bisa membantu transisi energi Indonesia.
Amerika Serikat dan Jepang yang memimpin pendanaan JETP untuk Indonesia. Selain itu, negara maju lain yang berjanji mendanai transisi energi di Tanah Air adalah Inggris, Jerman, Prancis, Uni Eropa, Kanada, Italia, Norwegia, dan Denmark.
"Dari pendanaan awal JETP sebesar US$20 miliar, US$10 miliar akan berasal dari janji sektor publik dan US$10 miliar akan dimobilisasi dari sejumlah lembaga keuangan swasta," tulis laporan tersebut, dikutip Jumat (17/11).
"Selain pendanaan pemerintah, pinjaman dari lembaga internasional seperti Bank Dunia juga akan menyumbang sebagian pendanaan publik. Pembiayaan sektor swasta akan dikoordinasikan oleh Glasgow Financial Alliance for Net Zero yang mencakup Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered," tambah laporan Asean Briefing.
Sebulan setelah Indonesia, Vietnam mendapat janji pendanaan transisi energi melalui JETP. Negara tetangga Indonesia itu dijanjikan US$15,5 miliar atau setara Rp240 triliun.
"Hari ini, Vietnam telah menunjukkan kepemimpinan dalam merencanakan transisi energi ramah lingkungan yang ambisius yang akan mewujudkan keamanan energi jangka panjang," kata Presiden AS Joe Biden pada saat itu, dikutip dari Reuters.
Nantinya, separuh dari kesepakatan Rp240 triliun itu disumbang dari sektor publik dan sisanya dari investor swasta. Hanya sebagian kecil dari pendanaan JETP yang bersifat hibah, di mana sebagian besar investasi publik akan berbentuk utang.
(skt/pta)