Komisi VII DPR mewanti-wanti Menteri ESDM Arifin Tasrif soal potensi dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) di tambang ilegal.
Temuan soal potensi tambang ilegal itu dilaporkan oleh beberapa anggota komisi ini, salah satunya Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi. Bahkan, ia gamblang menyebut nama PT Bumi Muller Kalteng.
Bambang menyebut perusahaan tersebut punya konsesi tambang batu bara 300 hektare. Politikus Gerindra itu mengatakan PT Bumi Muller Kalteng diberikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) oleh Kementerian ESDM sebesar 300 ribu metrik ton.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kategori tambang menengah kecil, tapi kami kaget trading-nya luar biasa. Satu hari kirim 1 tongkang, begitu hebatnya. Padahal, kategori tambang kecil. Ini yang harus kita tindak lanjuti," katanya dalam rapat kerja dengan Kementerian ESDM di DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (21/11).
"Disampaikan bahwa perusahaan ini ada di konsesi hak guna usaha (HGU) orang. Nah, ini proses pemberian RKAB gimana? Harapan saya jangan terjadi lah kayak Sulawesi Tenggara (kasus tambang ilegal). Ntar dikulik-kulik ada manipulasi atau terjadi tipikor karena proses perizinan. Saya berharap ini tidak membuka ruang lagi lah (korupsi). Sistem perizinan ini menjadi salah satu biang kerok," wanti-wanti Bambang.
Pimpinan Komisi VII DPR RI itu menegaskan perlu ada tindak lanjut, termasuk dari panitia kerja (panja) tambang ilegal. Ia ingin dalam waktu dekat perwakilan DPR, Kementerian ESDM, dan stakeholder terkait turun langsung ke lapangan.
"Kami akan koordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) lain, baik Kejagung maupun Kepolisian. Karena praktik ini sudah sangat jelas, marak," tegasnya.
Sementara itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan tambang ilegal memang masalah klasik. Akan tetapi, ia tak keberatan jika wakil rakyat ingin sama-sama turun memverifikasi ke lapangan.
Arifin mengaku pihaknya berbesar hati jika memang apa yang sudah dilakukan jajaran Kementerian ESDM selama ini belum efektif. Oleh karena itu, ia menegaskan siap menindaklanjuti setiap pengaduan masyarakat (dumas) yang masuk.
"Kami dari Ditjen Minerba, khususnya direktorat terkait mineral atau batu bara akan mengevaluasi kembali semua daftar perizinan yang diberikan, untuk diverifikasi kebenarannya," janji Arifin.
"Karena memang limpahan pengurusan izin dari daerah ke pusat demikian banyaknya, kita tidak sempat meng-screen satu per satu. Kalau satu per satu akan menghambat yang besar-besar. Jadi, memang mungkin ada misleading yang kita harus lakukan housekeeping," tutupnya.