ANALISIS

Bansos 'Tahu Bulat' Jokowi di Masa Kampanye Pilpres untuk Siapa?

CNN Indonesia
Rabu, 31 Jan 2024 07:08 WIB
Pengamat menilai beragam bansos yang ditebar pemerintahan Presiden Jokowi saat masa kampanye Pilpres 2024 kental nuansa politik.
Pengamat menilai beragam bansos yang ditebar pemerintahan Presiden Jokowi saat masa kampanye Pilpres 2024 kental nuansa politik. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya).
Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan bantuan sosial (bansos) tambahan berupa bantuan langsung tunai (BLT) tahun ini. Anggarannya sebesar Rp11,2 triliun untuk 18,8 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Bansos BLT tersebut diberikan sebesar Rp200 ribu per bulan per KPM untuk periode Januari, Februari, Maret. Namun, nantinya pencairannya dirapel pada Februari sehingga masyarakat akan menerima Rp600 ribu sekaligus.

Namun, sejumlah pihak menilai BLT terbaru ini ibarat 'tahu bulat yang digoreng dadakan'. Terlebih, bantuan diberikan di tengah masa kampanye Pilpres 2024 sehingga menimbulkan berbagai persepsi. Pasalnya, putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi salah satu calon wakil presiden (cawapres).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya BLT baru, Jokowi juga memperpanjang penyaluran bantuan pangan beras 10 kilogram (kg) untuk 22 juta KPM hingga Juni 2024. Padahal, tadinya hanya sampai Maret 2024.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan penerima bansos pangan dan BLT berbeda.

"Itu (BLT) diberikan untuk 18,8 juta penduduk, ini berbeda dengan bantuan pangan yang 22 juta (KPM)," jelasnya dalam konferensi pers di kantornya pada Senin (29/1).

Jika penerima dua bansos ini digabung saja totalnya lebih dari 40 juta KPM. Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2023 mencatat jumlah penduduk miskin hanya 25,90 juta orang, jauh di bawah jumlah sasaran penerima bansos.

Lalu, siapakah penerima bansos BLT tersebut?

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet melihat BLT dan bansos pangan adalah program temporer sehingga penerimanya memang bukan hanya warga miskin saja, tapi juga rentan miskin.

Menurutnya, kemungkinan ini menjadi salah satu penyebab ada perbedaan jumlah penerima dengan total orang miskin di data BPS.

"Kalau kita bicara BLT, kita tahu bahwa BLT ini memang tidak sepenuhnya diberikan kepada mereka yang termasuk dalam kategori miskin. Mereka yang masuk ke kategori rentan dan hampir miskin menurut saya juga menjadi sasaran dari penyaluran BLT pemerintah dan juga program bantuan pangan beras dan mereka ini tidak terkategori sebagai Penduduk miskin yang dicatat oleh BPS," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.

Lagipula, Rendy menduga penerima bansos beras, pasti akan menerima BLT karena konsep bantuan perlindungan sosial adalah terintegrasi. Hanya saja tidak semua bisa mendapatkan keduanya.

Misalnya, pemerintah bisa saja menetapkan hanya warga di bawah garis kemiskinan mendapatkan keduanya. Sedangkan yang rentan dan hampir miskin hanya salah satu saja.

"Karena terintegrasi, maka mereka yang menerima BLT tersebut juga akan mendapatkan bansos pangan. Namun karena di-setting bersamaan, maka mereka yang mendapatkan bansos pangan beras itu tidak semuanya mendapatkan BLT," kata dia.

Rendy menilai pemerintah menyalurkan bansos tidak berdasarkan data BPS, melainkan menggunakan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang ada di Kementerian Sosial (Kemensos). Selain itu, bisa jadi menggunakan data penduduk yang menerima bantuan saat pandemi covid-19.

"Jangan lupa juga pemerintah pada saat pandemi covid-19 juga mendata mereka yang mendapatkan BST (bantuan sosial tunai) sehingga ini bisa dijadikan sebagai basis seharusnya untuk penyaluran bantuan sosial tunai temporer seperti saat ini," kata Rendy.

Namun, di tahun politik saat ini, ia memang menilai pemerintah kurang tegas dan jelas untuk memastikan independensinya dan menyatakan bahwa penyaluran bansos ini tidak ada kaitannya dengan pemilu ataupun ada niat untuk menguntungkan salah satu pasangan saja.

"BLT menjadi diskusi hangat karena sampai saat ini pemerintah belum memberikan posisi yang tegas terkait independensi mereka. Artinya pemerintah perlu secara tegas memberikan atau mensosialisasikan kepada masyarakat secara luas bahwa bantuan sosial adalah bantuan reguler yang diberikan oleh pemerintah dan tetap akan diberikan siapapun yang akan terpilih nantinya di periode berikutnya," jelasnya.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Kental Nuansa Politik

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER