Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor beras Indonesia selama Januari 2024 mencapai US$279,2 juta atau Rp4,3 triliun (kurs Rp15.624 per dolar AS).
Nilai impor beras pada Januari 2024 naik 135,1 persen secara tahunan (yoy) dari US$118,7 juta pada Januari 2023. Namun, turun 16,73 persen secara bulanan (mtm).
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan impor beras mayoritas berasal dari Thailand senilai US$153 juta.
"Kemudian Pakistan senilai US$79,3 juta, dan yang ketiga dari Myanmar senilai US$23,98 juta," ujar Amalia dalam konferensi pers, Kamis (15/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Amalia mengatakan beras impor tidak serta merta dilepaskan ke pasar, tetapi bergantung pada kebijakan pemerintah. Karenanya, pola impor beras tidak bisa diketahui secara pasti.
Di lain sisi, saat ini kelangkaan beras tengah terjadi di ritel modern. Bahkan pedagang pasar tradisional ikut menjerit imbas harganya yang meroket.
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengaku permasalahan ini terjadi lantaran masa panen yang mundur ke Maret 2024. Di lain sisi, beras impor pemerintah yang dikemas dalam bentuk Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) belum kunjung tiba.
Ia kemudian menyinggung soal stok beras di ritel dan pengaruh bantuan sosial (bansos) atau bantuan pangan yang digelontorkan pemerintah jelang Pemilu 2024.
"(Suplai) SPHP lancar, tetapi kemarin kan ada prioritas bansos (bantuan pangan). Jadi, kan beras SPHP (dari beras) impor, impornya belum masuk, tapi pemerintah harus tetap memberikan (bantuan pangan kepada) 22 juta masyarakat marjinal itu yang 10 kg. Selama Januari kemarin sudah terkirim hampir 850 ribu ton, jadi kondisinya utamakan itu (bantuan pangan) harus jalan dong," katanya di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur, Senin (12/2).
Kini, Aprindo meminta jaminan dari Bulog untuk kelancaran suplai beras SPHP ke ritel-ritel modern. Harapannya, ini akan mengatasi kelangkaan beras premium di toko ritel dan menghindari panic buying.