Ronny menyarankan jika ingin serius menjalankan program ini, maka tim Prabowo-Gibran harus menyusunnya dengan matang. Selain itu, mulai transparan mengungkapkan skema dan sumber anggaran yang diperlukan kepada publik.
"Rencanakan dengan matang, jangan meraba-meraba, apalagi main kucing-kucingan sama publik alias mencari-cari kesempatan dengan cara membingungkan publik. Buat semuanya terbuka, terukur, agar publik bisa menilainya. Berapapun anggarannya, selama terbuka, diketahui publik, bisa diukur dan dinilai oleh intelektual-intelektual publik, maka tak ada masalah," jelasnya.
Ronny sendiri menilai tak ada masalah jika memang anggaran program ini diambil secara penuh dari APBN. Toh tujuannya membantu memenuhi nutrisi anak-anak untuk membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas di masa depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, ia mengingatkan harus ada koordinasi dengan Kementerian Pendidikan yang bisa menjangkau langsung ke sekolah-sekolah. Langkah ini juga untuk memberikan kepastian bahwa penerimanya adalah anak yang memang menghadiri kelas setiap hari.
"Karena program ini baik, maka sebaiknya pembiayaannya juga baik, jelas, dan transparan, tidak tebak-tebakan dan tidak kucing-kucingan dengan publik. Jangan berbelit-belit, kesannya seperti sedang main petak umpet, seperti ada yang ingin disembunyikan," kata Ronny.
Direktur Center of Economic and Law (CELIOS) Bhima Yudhistira juga menilai sumber pembiayaan yang diungkapkan tidak realistis. Sebab, jika hanya sebagian menggunakan APBN, maka akan sulit memberikan makan siang secara gratis.
"Kalau mereka (BUMDes, UMKM dan koperasi) menjadi vendor atau mereka jadi operator memasak dan membagikan makan siang gratis, misalkan ke sekolah-sekolah masih masuk akal, misalnya UMKM di industri kuliner dilibatkan. Tapi kalau sampai kemudian harus menyediakan dana tentu kurang realistis," ungkap Bhima.
Ia memandang program ini akan tetap bertumpu pada APBN. Namun, yang masih menjadi pertanyaan adalah dananya dari mana. Sebab, anggaran negara sangat terbatas dengan banyaknya program belanja saat ini.
"Kalau diambil dari subsidi energi, efeknya ke inflasi dan kemiskinannya justru naik, daya beli melemah. Kalau ini diambil dari anggaran rutin, belanja rutin juga akan berat. Kalau diambil dari utang itu efeknya juga akan jadi beban negara dan akan membuat efek dari risiko fiskal ke moneter, stabilitas nilai tukar terpengaruh," jelasnya.
Karenanya, Bhima menyarankan agar pemerintahan Prabowo-Gibran nanti sebaiknya menjalankan program makan siang gratis sesuai dengan kemampuan keuangan negara. Jika memang APBN hanya mampu sedikit, maka disesuaikan atau diberikan hanya untuk wilayah yang memang anak-anaknya membutuhkan sekali.
"Kalau negara sanggupnya hanya kecil dan dengan anggaran yang kecil itu harus dilanjutkan, maka ini bisa jadi pilot project dulu. Misalnya dilakukan di satu dua kabupaten saja dulu di tahun pertama. Ini bisa dites dulu, kalau hasilnya baik ya dilanjutkan. Jadi jangan nafsu dulu untuk membuat program ini jadi kebijakan nasional," pungkasnya.
(pta)