Komisi II DPR RI mengklaim ada oknum kepala daerah yang 'memalak' calon Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga Rp50 juta.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang menyebut para kepala daerah bertingkah bak raja lokal yang berkuasa di wilayahnya masing-masing. Politikus PDI Perjuangan itu menegaskan para oknum tersebut dengan tersenyum 'memalak' para calon ASN dengan dalih Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT).
"Kasihan pak, bukan ribuan lagi pak, juta (orang) itu honorer di daerah, tapi karena SKTT tidak lolos. Dahsyat sekali pak SKTT ini, Rp50 juta ini pak minimal. Saya bisa buktikan, saya punya rekaman telepon-telepon di antara kepala bagian (kabag), kepala dinas (kadis), kepada honorer, guru-guru," ungkap Junimart dalam rapat kerja dengan Kementerian PANRB di DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (13/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Miris gak pak di PUPR honorer tidak punya latar belakang guru, tapi lolos menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) guru? Sekarang sudah ngajar pak, bagaimana kualitas dia mengajar pak?" sambungnya.
Junimart mendesak Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit. Ia ingin audit ini dilaksanakan agar tak muncul honorer siluman yang diangkat menjadi PPPK.
Meski begitu, ia tak menutup mata bahwa ada masalah anggaran untuk mengaudit proses pengangkatan tenaga honorer menjadi PPPK tersebut.
"Kalau ini tidak diaudit pak, akan muncul tenaga honorer siluman yang diangkat menjadi PPPK, kasihan honorer sesungguhnya. Tidak pernah honorer, masuk nama ke kementerian atau Badan Kepegawaian Negara (BKN), diangkat PPPK. Yang honorer sesungguhnya mati pelan-pelan," wanti-wanti Junimart.
Menpan RB Abdullah Azwar Anas menegaskan iba dan prihatin jika ada calon ASN yang masih harus membayar Rp50 juta, seperti laporan DPR. Anas mengatakan pihaknya sudah membuat aturan sedemikian rupa, meski ujungnya ada oknum yang tetap berusaha bermain.
Anas mengatakan mesti ada langkah bersama yang ditempuh Kemenpan RB, BKN, hingga Komisi II DPR RI untuk menindaklanjuti kasus tersebut.
"Tadi saya sudah berbisik dengan kepala BKN, jika memang yang bapak laporkan itu betul, Nomor Induk Pegawai (NIP)-nya bisa kita tarik. Sungguh pun mereka sekarang sudah diterima, jika memang yang bapak sampaikan tadi benar, sehingga dengan demikian ini jadi efek jera," tegas Anas.
"Soal SKTT ini kami sudah rapatkan, kami tidak adakan rekomendasi jika tidak terkait kemampuan teknis, misalnya guru renang. Guru renang itu perlu SKTT renang, jangan sampai guru renang gak bisa renang. Begitu juga guru pelatih silat, jangan sampai nilainya bagus, tapi gak bisa silat. Penjaga tahanan kami contohkan, jangan sampai nilai bagus tapi gak bisa silat, berarti gak bisa jaga keamanan," tambahnya soal SKTT.