Riset: RI Lalai Catat Produksi Metana dari Tambang, Padahal Berbahaya

CNN Indonesia
Senin, 18 Mar 2024 22:00 WIB
Riset lembaga Ember menuding Indonesia, produsen batu bara terbesar ketiga di dunia, lalai dalam menghitung produksi gas metana dari sektor pertambangan. Ilustrasi. (iStock/small smiles).
Jakarta, CNN Indonesia --

Riset lembaga nonprofit Ember menuding Indonesia, produsen batu bara terbesar ketiga di dunia, lalai dalam menghitung produksi gas metana dari sektor pertambangan.

Melansir Bloomberg, Ember menilai Indonesia meremehkan emisi metana hingga enam sampai tujuh kali lipat. Penilaian itu berdasarkan pantauan satelit dan data tingkat tambang yang dikompilasi dari Global Energy Monitor.

Menurut Ember, meski Indonesia menerapkan faktor emisi untuk setiap ton batu bara yang diekstraksi atau diproduksi, perhitungan cadangan batubara membutuhkan perhatian lebih mengingat banyaknya tambang terbuka.

Metana sendiri merupakan komponen utama gas alam dan dapat bocor selama produksi batu bara. Hal ini dapat terjadi saat lapisan batu bara atau urat batu bara pecah.

Lepasnya zat metana ini dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan pekerja tambang sehingga perusahaan tambang secara rutin membuangnya ke atmosfer. Namun, masih sedikit tambang yang gunakan teknologi penangkapan metana di atas tanah.

Metana sangat berbahaya karena memiliki lebih dari 80 kali efek pemanasan global dibanding karbondioksida selama 20 tahun pertama di atmosfer. Maka dari itu, metana penting untuk dikontrol.

Kendati demikian, menurut Ember, masih banyak negara yang melaporkan emisi metana dengan jumlah yang kurang dari seharusnya. Bukan hanya Indonesia, Australia juga merevisi perhitungan polusi metana nya di 2022, meningkat 0,3 persen selama yang dinyatakan lebih dari 30 tahun.

Melihat hal itu, Ember mendorong Indonesia untuk menindaklanjuti masalah tersebut. Apabila dibiarkan, upaya Indonesia dalam pengurangan pelepasan gas alam dan pemenuhan komitmen pengurangan emisi Global Methane Pledge akan dipertanyakan.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) akan meninjau temuan ilmuwan tersebut lebih lanjut. Indonesia juga masih perlu mengumpulkan data dan menganalisis emisi dari masing-masing tambang, serta membedakan antara emisi dari tambang bawah tanah dan tambang permukaan saat laporkan pelepasannya.

Salah satu cara termurah dan tercepat untuk menurunkan kadar metana adalah dengan menekan emisi dari bahan bakar fosil. Hal ini juga dapat menghindari tingkat perubahan iklim yang menurut ilmuwan akan menjadi bencana di masa depan.



(num/sfr)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK