Senada, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho mempertanyakan manfaat dari bansos yang selama ini diguyur negara. Ia curiga jangan-jangan pemerintah menggelontorkannya hanya sebagai formalitas, agar tak dianggap menelantarkan masyarakat miskin.
Andry merinci dua faktor utama yang harus diperhatikan dalam perbaikan tata kelola bansos. Pertama, ia menegaskan mereka yang setelah mendapatkan bansos harus tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
"Kedua, mereka yang mendapatkan bansos itu harus meningkat tingkat kesejahteraannya. Peningkatannya sebenarnya menurut saya, saya bisa katakan belum ada kajian atau evaluasi dari pemerintah bahwa bansos itu bisa menjadi instrumen untuk meningkatkan tingkat taraf hidup dari masyarakat," tegasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalnya, dari masyarakat miskin menjadi rentan miskin. Tidak ada bentuk evaluasi dari bansos tersebut dan cenderung bansos hadir hanya sebagai komoditas politik yang saya rasa sangat disayangkan," imbuh Andry.
Ia mendesak pemerintah berbenah jika masih ingin menggunakan bansos sebagai salah satu cara mengangkat derajat masyarakat miskin. Ini bisa dimulai dari data penerima bantuan, apakah mereka yang menerima benar-benar layak atau tidak.
Andry menegaskan evaluasi ini bisa mengarahkan bansos dan subsidi menjadi lebih tepat sasaran. Harapannya, para penerima bansos itu bisa merasakan manfaat sesuai dengan tujuan pemberian bantuan tersebut.
Sementara itu, Peneliti Makro Ekonomi dan Pasar Keuangan LPEM UI Teuku Riefky punya pendapat yang berbeda. Ia melihat angka kemiskinan di Indonesia justru berkurang dari tahun ke tahun.
"Kita lihat angka kemiskinan ini jangan dilihat dari jumlah orang, tapi dari persentase jumlah penduduk. Kalau kita lihat dari persentase jumlah penduduk, rasio kemiskinan kita terus menurun secara konsisten," tuturnya.
"Negara lain yang meningkat (persentase kemiskinan) karena covid-19, kita sudah mengalami tren penurunan. Jadi sebetulnya enggak ada yang salah di bansos, karena angka kemiskinan kita terus menurun," sambung Riefky.
Jika mengacu data BPS, memang persentase kemiskinan di Indonesia menurun. Misalnya, data Maret 2023 yang mencatat ada 9,36 persen penduduk miskin alias turun 0,21 persen poin terhadap September 2022 dan berkurang 0,18 persen poin dibandingkan Maret 2022.
Meski begitu, Riefky mengakui masih perlu pembenahan di sejumlah titik penyaluran bansos. Ia menilai ini harus dilakukan agar penyaluran bansos bisa lebih efektif.
"Terkait bagaimana anggaran bansos harus lebih efektif, tentu ini perlu perbaikan data (penerima). Memang kita tahu selama ini kita masih mengalami inclusion error dan exclusion error, tapi ini memang bisa terus diperbaiki dari aspek pendataan yang lebih baik," jelasnya.
Inclusion error adalah kesalahan data, di mana orang yang seharusnya tidak tercatat malah masuk sebagai penerima manfaat. Sedangkan exclusion error merupakan kebalikannya, yakni orang yang seharusnya tercatat menjadi tidak terdata sebagai penerima manfaat.