Senada, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan keluhan masyarakat yang viral belakangan hanya puncak gunung es dari dari berbagai kekurangan Bea Cukai dalam memberikan pelayanan selama ini.
Bagi pemerintah terutama Kemenkeu, sambungnya, munculnya keluhan-keluhan tentu harus dijadikan sebagai momen pembenahan, baik secara internal maupun secara pelayanan. Pasalnya, pelayanan yang kurang baik adalah gambaran dari kondisi internal yang juga kurang baik.
Karena itu, Ronny mengatakan tata kelola atau governance dari Bea Cukai merupakan kunci utama sebelum melakukan perbaikan pelayanan. Kemenkeu harus mengidentifikasi akar masalah dalam memasukkan nilai pengenaan bea cukai yang kurang tepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apakah karena human error, kesengajaan, atau karena memang aparat Bea Cukai yang kerja secara asal-asalan," katanya.
Karena bagaimanapun, sambung Ronny, Bea Cukai adalah salah satu ujung tombak Indonesia dalam perdagangan dan pergerakan barang lintas batas. Imbasnya jika pelayanan Bea Cukai tidak beres maka berdampak buruk bagi perdagangan internasional atau impor Indonesia.
Oleh sebab itu, pengawasan kinerja harus diperbaiki, standar etika kinerja harus ditingkatkan, dan partisipasi publik dalam mengawasi kinerja DJBC harus dipermudah.
"Sehingga Bea Cukai tidak perlu menunggu viral di media sosial terlebih dahulu untuk mendapatkan feed back," katanya.
Untuk memperbaiki kondisi internal DJBC, Ronny mengatakan tidak menutup kemungkinan perlu dilakukan pergantian pucuk pimpinan dengan mendudukkan sosok yang lebih mampu melakukan reformasi birokrasi di tubuh institusi tersebut.
Ronny mengatakan saat ini adalah waktu tepat bagi Kemenkeu untuk membenahi Bea dan Cukai secara serus.
"Ini bisa menjadi salah satu ajang bagi Sri Mulyani untuk meninggalkan legasi reformasi birokrasi di Ditjen Bea Cukai," katanya.