ANALISIS

Apa PR yang Tak Akan Selesai Meski Jokowi 5 Kali Jadi Presiden?

Lidya Julita Sembiring | CNN Indonesia
Rabu, 08 Mei 2024 07:15 WIB
Membenahi tata kelola pemerintahan atau birokrasi adalah pekerjaan sepanjang masa. Selalu ada korupsi, pungli dan praktik culas lainnya.
Jika Sistem Sudah Baik, Presiden 'Alakadarnya' Pun Bisa Berprestasi. (Foto: CNN Indonesia/Filani Olyvia)

Oleh sebab itu, Ronny menyebut perbaikan tata kelola pemerintahan hingga ke tingkat desa akan menjadi pekerjaan yang tidak ada habisnya alias sepanjang masa. Apalagi, saat ini di pemerintahan pusat tata kelolanya saja masih berantakan dan tidak sinkron.

"Jadi pekerjaan membenahi tata kelola pemerintahan adalah pekerjaan sepanjang masa. Akan ada saja korupsi, siapapun presiden dan kepala daerahnya. Akan ada saja pungli. Akan ada saja pelayanan yang mengecewakan, bahkan malpraktek pelayanan pemerintah," terangnya.

Ronny melihat urusan tata kelola pemerintahan tak hanya terkait dengan kepemimpinan, tapi juga pembangunan sistem dan ekosistem pemerintahan. Bila sistem dan ekosistemnya sudah baik, maka presiden yang kurang berprestasipun bisa menjadi berprestasi, karena kinerja birokrasinya baik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Namun, meskipun jika sistemnya sudah baik, pasti akan ada saja orang dan oknum yang melenceng, mulai dari pungli, korupsi, missuses of authority, malpraktik, dan sebagainya. Jadi pembenahan tata kelola pemerintahan akan menjadi pekerjaan sepanjang masa selama ada pemerintahan," ungkapnya.

Karenanya, ia menilai setiap pemimpin akan mendapatkan tantangan tersendiri dalam membenahi tata kelola pemerintahan. Meskipun menjabat lima kali, masalahnya akan tetap ada di dalam tata kelola pemerintahan.

Menurutnya, pembenahan birokrasi di Indonesia kemungkinan bisa berhasil dilakukan. Namun semua tergantung kebijakan pemimpinnya yang sampai saat ini belum ada yang berhasil.

"Pekerjaan pembenahan tata kelola pemerintahan harus dilakukan secara gradual, dimulai dengan konsistensi pemimpin untuk membenahi kinerja birokrasi pemerintahan, kontrol yang konsisten dari pihak legislatif, terutama oposisi, dan kontrol sosial dari elemen-elemen masyarakat sipil yang ada," tegasnya.

Sementara itu, Ekonom Celios Nailul Huda mengatakan PR lain yang tak boleh dilupakan adalah pertumbuhan ekonomi. Realisasinya saat ini belum seperti yang diharapkan.

Menurut Nailul, perekonomian saat pemerintahan Jokowi hanya tumbuh, tapi tak berkualitas. Hal ini tercermin dari masih banyaknya angka kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan di Tanah Air.

"Pertumbuhan ekonomi memang bisa di angka 5 persen namun pengangguran masih tinggi, kemiskinan ekstrem masih ada, hingga nilai ICOR yang terus meningkat," jelasnya.

Selain itu, ia juga menyoroti biaya investasi yang masih tinggi. Ini disebabkan tak lain karena salah satunya adalah praktik koruptif pejabat pusat hingga daerah.

"Jika Jokowi bisa adil sejak dalam pemikirian, saya rasa PR tersebut bisa diminimalisir. Tapi karena Jokowi sudah tidak adil, pun dengan pembangunan yang sangat timpang, saya rasa dampaknya banyak masalah belum terselesaikan," jelasnya.

Nailul juga mengungkapkan periode pemerintahan Jokowi memang menjadi masa awal implementasi dana desa yang jumbo. Sayangnya, anggaran yang begitu besar itu tak diikuti oleh kualitas dan kebijakan pengendalian dalam penggunaannya.

"Akhirnya dana desa jadi ajang bancakan yang pada ujungnya kepala desa meminta perpanjangan masa jabatan. Lucunya lagi adalah permintaan tersebut dikabulkan. Banyak kepala desa yang akhirnya menyelewengkan dana desa yang berujung penjara," imbuhnya.

Karenanya, acak-acakan tata kelola yang ada saat terjadi, kata Nailul, merupakan tanggung jawab Jokowi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di Indonesia.

"Ya pada akhirnya pembuat kebijakan yang harus bertanggung jawab di mana Jokowi yang seharusnya memegang kendali tata kelola pemerintahan," pungkasnya.

(pta)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER