ANALISIS

Manjurkah Family Office Tarik Investasi Masuk RI seperti Klaim Luhut?

Feby Febrina Nadeak | CNN Indonesia
Selasa, 09 Jul 2024 07:10 WIB
Family office tak mampu menarik dana kaum super kaya masuk karena Indonesia bakal kalah melawan negara tax haven dan pusat keuangan dunia.
Kebijakan Sporadis Jangka Pendek Agar Dolar AS Masuk. (Foto: iStockphoto/onurdongel)

Sementara itu, Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono memandang rencana pemerintah mengeluarkan regulasi untuk family office seperti kebijakan sporadis yang memperlihatkan ambisi pemerintah untuk menarik masuk valuta asing (valas) dalam jangka pendek.

Ia melihat pemerintah panik untuk secepatnya meningkatkan pasokan dolar AS di pasar valas domestik sehingga rupiah yang hingga kini masih terpuruk di kisaran Rp16.400 dapat menguat.

Menurutnya, potensi keuntungan dari rencana pembentukan family office tidak sepadan dengan potensi kerugiannya. Pasalnya, regulasi untuk mendorong bisnis family office mengharuskan pemerintah untuk memberikan insentif fiskal yang masif seperti pembebasan pajak hingga kemudahan untuk investasi dengan return yang kompetitif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kerangka regulasi dan infrastruktur untuk family office karena itu cenderung rawan bagi tindak pidana pencucian uang dan berlawanan dengan upaya meningkatkan penerimaan perpajakan," katanya.

Yusuf mengatakan andai pemerintah bersikeras menggulirkan rencana family office, tidak akan mudah bagi pemerintah untuk menarik dana keluarga super kaya.

Sebab, persaingan bisnis family office sangat tidak ringan, terutama dari negara-negara yang selama ini dikenal sebagai tax haven dan pusat keuangan dunia (global financial hub) seperti Singapura, Swiss, Inggris dan Hong Kong.

Menurut Yusuf, bisnis family office selama ini dikuasai oleh negara-negara tersebut. Sementara Indonesia, katanya, tidak bisa instan dalam membangun kerangka regulasi dan infrastruktur yang setara dengan negara-negara tax haven dan global financial hub tersebut.

Yusuf menilai mendorong family office berpotensi melemahkan upaya mengungkap dan mengenakan pajak ke orang super kaya, yang gagal dilakukan oleh kebijakan tax amnesty.

Terlepas dari berbagai reformasi perpajakan yang dikeluarkan selama era pemerintahan Presiden Jokowi, terutama tax amnesty pada 2016-2017, sambungnya, kinerja penerimaan perpajakan tidak banyak berubah.

Karena itu, alih-alih mencoba mendorong family office, ia mengatakan pemerintah sebaiknya serius menaikkan penerimaan perpajakan dari kelas terkaya, yang selama ini cenderung luput dari pengenaan pajak (under tax).

"Pemerintah lebih baik serius mengejar kewajiban pajak warga negara super kaya kita yang banyak menyembunyikan kekayaan nya di negara-negara tax haven dan global financial hub tersebut," katanya.

(pta)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER