Pendapat serupa juga diutarakan Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita. Ia mengatakan pemindahan ibu kota tidak bisa ujuk-ujuk dan tidak bisa sesuka perut penguasa.
Menurutnya, tertundanya pemindahan kantor presiden adalah risiko dari menjadikan IKN sebagai 'proyek politik'.
Pasalnya, pemerintah melupakan aspek pertimbangan mendalam, perencanaan profesional, dan kesiapan fiskal yang matang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Walhasil, karena ambisi politik untuk memiliki legasi di dalam jangka waktu yang singkat, segala sesuatunya menjadi sangat dipaksakan, sehingga hasilnya sangat mengecewakan," kata Ronny.
Perkaranya, kata dia, IKN belum jelas secara ideasional, tak jelas landasan intelektual dan ilmiahnya, tapi sudah dieksekusi secara diskresional berkat 'backingan' istana.
Masalah ketidakjelasan secara ideasional tersebut bisa dilihat dari reaksi investor, baik domestik maupun global, yang adem ayem saja dengan gairah beribukota baru ala pemerintah.
Menurut Ronny, jika landasan ideasionalnya tepat, prosesnya bisa berjalan tidak terlalu lama. Misalnya, perpindahan ibu kota Malaysia ke Putrajaya, ibu kota Amerika ke Washington, ibu kota Australia ke Canberra, yang dieksekusi tidak terlalu lama.
Ini karena konsepnya jelas, baik secara geografis, geopolitik, maupun secara ekonomi politik.
Lihat Juga : |
"Namun, Indonesia mengambil jalan 'absurd', ujuk-ujuk mau pindah ke tengah hutan nun jauh di sana, dan ingin cepat-cepat beres, lalu pindah," imbuh Ronny.
Wajar publik kaget, investor bingung, dan elit-elit politik serba salah; tak didukung khawatir menjadi lawan Istana, kalau didukung justru ogah ikut pindah ke hutan, dan kalau ikut berinvestasi khawatir hanya buang-buang duit, karena arahnya entah ke mana.
Selain masalah minim landasan ideasional, Ronny mengatakan terdapat cara berpikir instan di kepala sang Kepala Negara, seolah-olah membangun ibu kota baru bisa dalam jangka waktu cepat. Padahal, situasinya tak mendukung untuk cepat, karena tak ada urgensi dan tak ada emergensi.
Ia mencontohkan, di waktu zaman revolusi, ada emergensi pindah dari Jakarta Ke Yogyakarta. Lalu, ke Bukittinggi. Tapi itu situasinya berbeda.
Artinnya, jika memang serius pindah, landasan ideasionalnya harus dipahami dan diamini oleh semua stakeholder negeri ini dulu. Itu yang pertama. Yang kedua, jangan berharap akan selesai dalam waktu pendek.
"Jadi dari keputusan Jokowi itu, memang terlihat bahwa IKN sangat belum siap. Dan yang paling jelas terlihat adalah bahwa urusan IKN ini sebenarnya masih belum matang, bahkan belum jelas, meskipun sudah banyak uang negara yang disiramkan ke sana," jelas Ronny.
Terkait pengaruh ke investor, Ronny berpendapat tertundanya pemindahan kantor Jokowi bakal berdampak. Apalagi, kata dia, selama ini investor masih sangat pesimistis dengan IKN.
Maka setelah keputusan Jokowi itu, investor bisa langsung berubah dari pesimis menjadi skeptis dan sinis.
Lihat Juga : |
"Dan prospeknya untuk melibatkan pihak ketiga ke depannya akan semakin kurang baik, kecuali ada jaminan semakin besar APBN diarahkan ke sana selama lima tahun ke depan," jelas Ronny.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal batalnya pemindahan kantor Jokowi ke IKN buntut ketidaksiapan infrastruktur menjadi preseden untuk pembangunan ke depan.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur memang harus dikerjakan secara matang dan tak terburu-buru. Hal ini juga demi menjamin kualitas dan keamanan infrastruktur tersebut.
"Nah jadi ini juga menjadi satu pelajaran bahwa sekali lagi apalagi infrastruktur kalau terlalu dikejar-kejar dari sisi waktu yang terlalu cepat ini akan menjadi tidak realistis," kata Faisal.
Di sisi lain, pembangunan IKN yang tak sesuai target ini juga tidak bisa dipaksakan. Oleh karena itu, ia mengatakan untuk pemerintah ke depan, pembangunan IKN harus lebih realistis.
Pemerintahan berikutkan harus mampu mengambil pelajaran dari kejadiaan saat ini.
Faisal pun mengatakan faktor teknis menjadi salah satu kendala dalam pembangunan fisik IKN. Apalagi, masih ada masalah sengketa lahan.
Karenanya, ia berpendapat pemerintah saat ini jangan memaksakan pembangunan IKN untuk dikebut sehingga bisa difungsikan pada Agustus mendatang.
"Jangan terlalu dipaksakan, terbuka saja transparan kepada publik dan ini bukan hanya citra pemerintah yang sekarang saja tentu saja, tapi juga mempengaruhi kedepannya," ucap Faisal.
Ia pun sekali lagi mengingatkan agar pemerintah yang akan datang tidak meneruskan pembangunan IKN dengan cara yang tergesa-gesa.
"Jadi diharapkan lebih realistis. Juga dari alokasi anggaran yang diberikan, baik secara fiskal, kemampuan pembiayaan, maupun dalam hal secara teknis gitu," katanya.