Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menyebut wacana pemilahan atau mengontrol pemanfaatan subsidi BBM sudah digodok sejak lama. Sebab, kuota BBM subsidi selalu hampir ludes pada 2022, terutama setelah melewati pandemi, di mana mobilitas menjadi tinggi.
Faisal menilai pemerintah perlu mengusahakan dalam mengontrol pemberian subsidi BBM agar pemanfaatannya tidak salah sasaran. Menurutnya, salah satunya adalah dengan penyeleksian kendaraan di pusat-pusat atau tempat pengisian bensin.
"Jadi subsidi itu lebih menyasar pada orang yang betul-betul atau kendaraan yang betul-betul diasosiasikan atau yang merupakan representasi daripada kepentingan konsumen menengah ke bawah. Jadi misalnya kendaraan umum, kemudian sepeda motor," tutur Faisal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Sementara mobil, apalagi yang mahal, itu semestinya tidak boleh. Jadi ini yang semestinya sudah dilakukan sejak lama supaya subsidi BBM itu menjadi lebih tepat sasaran," imbuhnya lebih lanjut.
Hal ini pun menurutnya bisa berdampak pada fiskal sehingga kuota subsidi BBM tidak terlewati. Jika kuota itu terlewati, Faisal menjelaskan perlu ada tambahan supply dari BBM bersubsidi.
Maka itu, menurutnya, penyeleksian itu lah yang perlu dilakukan pemerintah. Pasalnya, kebutuhan BBM itu semakin lama semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan juga pertumbuhan penduduk yang konsumsinya ikut meningkat. Sementara dari kapasitas anggaran terbatas.
"Dengan demikian, diharapkan bisa menjadi lebih tepat sasaran. Dan dari sisi APBN juga lebih efektif karena subsidi menyasar kepada masyarakat yang semestinya mendapatkan subsidi," jelasnya lebih lanjut.