Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 47,89 poin atau 0,66 persen ke level 7.288 pada perdagangan Jumat (26/7) lalu. Investor melakukan transaksi sebesar Rp8,33 triliun dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 13,53 miliar saham.
Dalam sepekan terakhir, indeks saham menguat dua kali, sementara tiga hari sisanya melemah. Tak heran, performa indeks melemah 0,09 persen.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat data perdagangan bursa ditutup bervariasi sepanjang periode 22-26 Juli 2024 kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekretaris Perusahaan BEI Kautsar Primadi menuturkan rata-rata volume transaksi harian sepekan sebesar 9 persen dari 16,488 miliar menjadi 17,972 miliar lembar saham. Kapitalisasi pasar bursa turut meningkat, yaitu sebesar 0,04 persen dari Rp12.358 triliun menjadi Rp12.362 triliun.
Lihat Juga : |
Di sisi lain, rata-rata nilai transaksi harian bursa melemah 11,41 persen dari Rp9,601 triliun menjadi Rp8,506 triliun.
"Lalu, transaksi frekuensi harian bursa selama sepekan melemah 0,92 persen dari 1 juta menjadi 993 ribu kali transaksi," ucap kautsar melalui keterangan resmi.
Adapun pergerakan investor asing pada Jumat (26/7) mencatatkan nilai beli bersih sebesar Rp366,69 miliar. Sementara, sepanjang 2024 investor asing mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp2,46 triliun.
Lantas, seperti apa proyeksi pergerakan IHSG untuk sepekan ke depan?
Head of Customer Literation & Education Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi memproyeksi IHSG melemah pada pekan ini. Menurutnya indeks saham bakal bergerak di rentang support 7.180 dan resistance 7.370.
Ia menuturkan secara teknikal, indikator Moving Average Convergence Divergence (MACD) menunjukkan tren pelemahan setelah terjadi deathcross pada pekan lalu.
Oktavianus juga mengatakan indeks saham bakal diwarnai sejumlah sentimen dari dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri, ia menyebut investor bakal menanti rilis data inflasi Juli yang bakal diumumkan pekan ini.
Ia sendiri memproyeksi inflasi Juli bakal menyentuh level menjadi 2,5 persen (yoy). Angka ini lebih rendah dari pada realisasi inflasi Juni yang mencapai 2,51 persen.
"Kami berpandangan ini akan direspon cenderung moderat oleh pasar seiring dengan inflasi saat ini masih dalam rentang target Bank Indonesia (BI)," kata Oktavianus kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (27/7).
Selain itu, investor juga akan mencermati rilis data manufaktur S&P Purchasing Managers Index (PMI) yang diperkirakan masih pada ekspansif atau di level 51. Menurut Oktavianus, terjaganya produksi manufaktur akan memberikan sentimen positif untuk aktivitas emiten yang ada di BEI.
Untuk sentimen dari luar negeri, ia berpendapat investor masih wait and see terkait kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed). Oktavianus memperkirakan The Fed masih bakal menahan suku bunga acuan di level 5,5 persen.
"Kami memperkirakan pertemuan kali ini memang akan hold dan masih akan cenderung neutral oleh pasar seiring dengan ekspektasi terjadi pemangkasan di September 2024," imbuhnya.
Di samping itu, investor juga bakal mencermati rilis data tingkat pengangguran AS yang diperkirakan masih dalam level 4,1 persen. Di satu sisi, Oktavianus khawatir jika data meleset di bawahnya dan dapat memberikan pandangan yang berbeda untuk the Fed.
Dengan sentimen yang ia paparkan di atas, Oktavianus menyarankan agar investor melakukan antisipasi dengan cara wait and see.
"Investor dapat diantisipasi dengan cenderung wait and see di tengah rilis beberapa data makro yang dapat mempengaruhi kebijakan moneter," katanya.