ANALISIS

Menebak Motif Pemerintah Mau Pungut Cukai dari Mecin - Tiket Konser

Dela Naufalia Fitriyani | CNN Indonesia
Kamis, 01 Agu 2024 07:51 WIB
Pengamat menilai perluasan cukai yang serampangan demi menambah sumber penerimaan APBN hanya membuat daya beli turun dan industri bangkrut.
Pengamat menilai perluasan cukai yang serampangan demi menambah sumber penerimaan APBN hanya membuat daya beli turun dan industri bangkrut. (Foto: iStock/Kanawa_Studio)
Jakarta, CNN Indonesia --

Belakangan mencuat wacana penambahan barang-barang kena cukai baru. Tak hanya minuman berpemanis dalam kemasan, sejumlah barang lain termasuk rumah, makanan cepat saji, tisu, telepon pintar, monosodium glutamate (MSG) alias mecin, baru bara, deterjen hingga tiket konser juga disebut masuk pra-kajian objek barang kena cukai.

Hal itu mulanya disampaikan Direktur Teknis dan Fasilitas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Iyan Rubianto.

Iyan menyebut barang-barang itu masuk pra-kajian karena berpotensi memberikan nilai tambah. Khusus tiket hiburan, ia menyebut minat masyarakat terhadap hal itu cukup tinggi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini tiket hiburan, ini kayak kemarin sold out. Itu sampai ada konser lagi di Singapura dan dibeli. Masyarakat Indonesia itu kaya-kaya, saya rasa perlu dinaikkan," kata Iyan dalam Kuliah Umum Menggali Potensi Cukai yang disiarkan secara daring, Jumat (19/7).

Namun, Iyan sadar betul penerapan cukai pada barang-barang di atas perlu kajian mendalam. Selain itu, tentu bakal menimbulkan gejolak di masyarakat.

Barang-barang yang saat ini masuk kajian untuk dikenai cukai adalah plastik, BBM, produk pangan olahan bernatrium dalam kemasan, minuman bergula dalam kemasan, dan shifting PPnBM kendaraan bermotor ke cukai.

Iyan menilai pengenaan PPnBM saat shifting ke bea cukai, hasil cukainya bisa untuk membuat transportasi umum.

Di kesempatan lain, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heriyanto menegaskan belum ada kajian terhadap rencana tersebut. Perluasan barang kena cukai masih sekadar usulan.

Nirwala mengatakan isu kebijakan ekstensifikasi cukai tersebut hanya sebagai bahan materi yang disampaikan dalam kuliah umum di ruang lingkup akademik, bukan pernyataan kebijakan resmi.

"Jadi, sifat kebijakan ekstensifikasi tersebut masih usulan-usulan dari berbagai pihak, belum masuk kajian, dan juga dalam rangka untuk mendapatkan masukan dari kalangan akademisi," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (25/7).

Nirwala menjelaskan kriteria barang yang dikenakan cukai ialah yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, dan pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

Hingga saat ini barang yang dikenakan cukai baru ada tiga jenis, yaitu etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau. Belum ada penambahan baru.

Apalagi, proses suatu barang untuk bisa dikenakan cukai itu sangat panjang dan melalui banyak tahap, termasuk mendengarkan aspirasi masyarakat. Contohnya, pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan plastic yang sudah diusulkan sejak lama tapi belum juga diimplementasikan.

Peluang makanan olahan siap saji dikenakan cukai dibuka oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Namun, penetapannya diserahkan pada kementerian teknis.

Pasal 194 PP itu mengatur cukai diberlakukan demi mengendalikan konsumsi gula, garam, dan lemak. Pengenaan cukai pun hanya dilakukan pada makanan yang dianggap melebihi batas kebutuhan konsumsi harian.

"Pemerintah Pusat dapat menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis Pasal 194 ayat 4 PP 28/2024.

Dalam keterangan PP dijelaskan bahwa makanan olahan siap saji yang dimaksud adalah makanan dan/atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha.

Beberapa di antaranya, penyedia makanan siap saji yang disasar untuk dikenakan cukai adalah jasa boga, hotel, restoran, rumah makan, kafetaria, kantin, kaki lima, gerai makanan keliling, dan penjaja makanan keliling atau usaha sejenis.

Lantas apa alasan di balik pemerintah begitu gencar mengenakan cukai?

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita berpendapat alasan teoritis di balik fenomena tersebut adalah intensifikasi dan ekstensifikasi pajak.

Ia menjelaskan secara teknis, hal ini menandakan pendapatan negara sedang melemah, sehingga membutuhkan tambahan sumber-sumber revenue baru untuk meningkatkan penerimaan.

"Jadi intensifikasi dan ekstensifikasi adalah opsi pertama pemerintah untuk menyikapi lemahnya penerimaan pajak, sebelum opsi menambah utang atau mengurangi belanja," tutur Ronny kepada CNNIndonesia.com, Rabu (31/7).

Ia menilai perluasan pengenaan cukai akan membuahkan sejumlah dampak. Pertama, harga barang dan jasa yang dikenai cukai tersebut otomatis naik.

Kedua, kenaikan harga akan mengurangi kemampuan konsumen untuk membeli barang itu. Ketiga, bisnis penyedia jasa dan barang tersebut tertekan hingga keuntungannya terpangkas.

"Bahkan boleh jadi akan berujung rugi, lalu tutup," ucapnya



Melenceng dari Tujuan Cukai

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER