Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai pertaruhan ekonomi di akhir era Presiden Jokowi tergantung bagaimana pemerintah bersikap. Menurut Yusuf, menjaga momentum inflasi dan realisasi belanja pemerintah bakal amat berpengaruh di sisa dua kuartal 2024.
Perihal mimpi Prabowo membawa ekonomi Indonesia tumbuh 8 persen, Yusuf menyebut ada sektor manufaktur yang kudu betul-betul dipelototi. Industri ini melambat dalam dua periode Jokowi, yang akhirnya membuat perekonomian Indonesia gak karuan.
"Jadi, untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 8 persen seperti yang ingin dicapai oleh presiden terpilih Prabowo, salah satu upaya yang kemudian bisa dilakukan adalah memastikan kinerja (ekonomi) itu bisa tumbuh setidaknya di atas 6 persen," pesan Yusuf.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Permasalahan investasi juga menjadi sorotan. Menurutnya, iklim investasi selama 10 tahun kepemimpinan Presiden Jokowi tidak bisa dibilang baik-baik saja.
Yusuf menegaskan Prabowo harus membenahi masalah ini. Ia mencontohkan bagaimana kelembagaan atau institusi yang tak beres dalam urusan menarik investasi masuk ke Indonesia.
"Salah satu permasalahan investasi di dalam negeri adalah relatif mahalnya biaya investasi. Koordinasi, stabilitas politik hukum dan HAM, merupakan beberapa masalah yang kerap menjadikan iklim investasi itu lebih sulit jika dibandingkan dengan negara-negara lain," kritik Yusuf.
"Upaya perbaikan institusi ini saya kira menjadi penting, terutama sekali lagi untuk mendorong ketertarikan investor mau berinvestasi di Indonesia," sambungnya.
Ia juga menitipkan pesan agar Prabowo memperhatikan kelas menengah. Yusuf menyebut tak cukup menciptakan lapangan kerja formal, kelompok menengah juga layak diberi bantuan langsung tunai (BLT).
Jika uang tunai tak memungkinkan, pemberian subsidi untuk barang atau jasa yang banyak dikonsumsi oleh kelompok kelas menengah juga bisa jadi opsi. Misalnya, kelas menengah berhak atas subsidi pendidikan dengan presentasi tertentu.
"Selain itu, subsidi pada jasa transportasi, di mana kelas menengah juga saya kira banyak menggunakan jasa ini. Harapannya, dengan adanya subsidi dari pemerintah ini akan membantu," katanya.
"Setidaknya, kelas menengah bisa alokasikan dana mereka ke kelompok atau jenis konsumsi barang lain. Sehingga pemerintah punya peran dalam membantu atau memastikan pertumbuhan ekonomi juga terasa atau dirasakan kelompok ini," tutup Yusuf.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti menyoroti betapa banyaknya pekerjaan rumah menjelang akhir masa jabatan Jokowi.
Esther melihat ada kenaikan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB). Tumpukan PR lainnya, meliputi pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang masih butuh dana dan investasi besar sampai kebijakan kontraksi baik dari sisi fiskal maupun moneter.
Di lain sisi, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka membawa janji kampanye berbentuk makan bergizi gratis. Banyak pihak membenturkan program tersebut dengan nasib kelanjutan megaproyek IKN yang digarap Jokowi.
"Saya tidak pilih keduanya (makan gratis dan IKN). Karena keduanya bukan solusi untuk menjadi negara maju, seperti pada visi Indonesia Emas 2045," tegas Esther.
"Best practise negara-negara bisa maju karena human resources development, agar bisa keluar dari jebakan middle income countries," imbuhnya.
Andai dipaksa memilih, Esther menjatuhkan pilihan kepada makan bergizi gratis. Ia menyebut program ini lebih terasa dan berdampak untuk masyarakat, dibandingkan harus melanjutkan IKN.
Ia kemudian menitipkan pesan agar negara tetap memperhatikan kelas menengah. Esther menyoroti bagaimana saat ini kelas menengah mulai makan tabungan.
Esther menegaskan pengeluran masyarakat kelas menengah sekarang meningkat. Sementara itu, tabungan turun dan banyak cicilan alias kredit.
"Ini berdampak pada penurunan dana pihak ketiga di perbankan, sehingga potensi kredit macet akan meningkat," wanti-wanti Esther.