ANALISIS

Kelas Menengah Merosot, Benarkah Alarm Krisis Ekonomi Mulai Menyala?

Mochammad Ryan Hidayatullah | CNN Indonesia
Rabu, 07 Agu 2024 07:01 WIB
Ekonom mengingatkan penurunan proporsi kelas menengah dalam perekonomian tak boleh dianggap enteng oleh pemerintah.
Ekonom mengingatkan penurunan proporsi kelas menengah dalam perekonomian tak boleh dianggap enteng oleh pemerintah. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adi Maulana).

Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi akan melambat, banyak sektor yang akan terkontraksi, dan pendapatan negara akan semakin sulit ditingkatkan. Hal itu pada ujungnya akan memaksa pemerintah untuk terus memperbesar porsi utang.

"Pendeknya, risikonya cukup berbahaya jika kelas menengah kita mengalami penurunan kualitas dan pelemahan daya beli. Daya tahan ekonomi nasional akan menjadi taruhannya," jelas Ronny.

Pelemahan ekonomi dan daya beli kelas menengah juga sebenarnya sudah mulai terlihat dari meningkatnya kredit macet (non performing loan/NPL) kredit kepemilikan rumah (KPR).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio NPL properti berada di level 2,4 persen pada Desember 2023. Angka itu lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni 2,1 persen.

Tak hanya itu, level rasio NPL properti Desember 2023 itu juga lebih tinggi dibanding 2020 dan 2021 yang masing-masing sebesar 2,3 persen dan 2,2 persen.

Pun data Bank Indonesia (BI) menunjukan rasio NPL properti berada di level 2,63 persen pada Januari 2024. Angka itu naik dibandingkan Januari 2023 yang sebesar 2,46 persen.

Secara umum, rasio NPL industri perbankan tercatat meningkat sepanjang tahun ini. OJK mencatat rasio NPL gross perbankan mencapai 2,34 persen per Mei 2024. Angka itu meningkat dibanding level NPL pada Desember 2023 yang sebesar 2,19 persen.

Tak hanya itu, gejolak ekonomi yang dialami kelas menengah juga tercermin dari menurunnya penjualan mobil. Mengutip data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan wholesales sepanjang semester I 2024 mencapai 408.012 unit.

Angka penjualan itu turun 19,5 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 506.427 unit pada 2023. Sementara penjualan ritel hanya berhasil mencatatkan penjualan sebanyak 431.987 unit atau turun sebesar 14 persen dari tahun sebelumnya yang berhasil mencapai 502.533 unit.

Khusus penjualan wholesales pada Juni, menurut laporan dari Gaikindo hanya berhasil mencapai 72.936 unit. Ini turun sebesar 11,8 persen jika dibandingkan dengan Juni tahun sebelumnya.

Sedangkan untuk penjualan secara ritel pada Juni, Gaikindo mencatat hanya berhasil di angka 70.198 unit atau turun 12,3 persen dibanding Juni 2023.

Masih Terlalu Dini

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai jika mengacu pada kondisi perlambatan ekonomi khususnya pada kuartal II 2024, masih terlalu prematur untuk diambil kesimpulan akan mengarah terhadap krisis yang lebih besar.

Namun, perlambatan perekonomian yang disertai dengan beberapa gejala seperti PHK maupun perlambatan konsumsi rumah tangga secara keseluruhan, perlu menjadi peringatan bagi pemerintah. Ini terutama untuk jangka pendek dalam mengejar target pertumbuhan di tahun ini.

"Karena seperti yang kita tahu komponen konsumsi rumah tangga yang dominan dalam PDB Indonesia tentu akan memberikan pengaruh terhadap kinerja perekonomian," kata Yusuf.

Oleh karena itu, ia mengingatkan pemerintah untuk jangka pendek perlu menghindari kebijakan yang sifatnya kontra produktif ke konsumsi masyarakat secara umum.

Misalnya, upaya untuk menaikkan harga BBM di tengah momentum yang kurang tepat ataupun penyesuaian tarif listrik yang juga bisa dilakukan ketika misalnya terjadi perubahan harga minyak global.

Selain itu, inflasi terutama inflasi pangan harus dijaga di level yang selaras dengan target pemerintah. Yusuf mengatakan hal tersebut penting mengingat perubahan iklim membuat periode panen terganggu.

"Saya kira upaya memantau harga pangan menjadi selaras dengan upaya menjaga kemampuan konsumsi masyarakat untuk beberapa kelompok golongan pendapatan," imbuhnya.

Sementara untuk jangka panjang, pemerintah perlu menjaga ekonomi dan daya beli kelas menengah. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan bantuan sosial atau subsidi kepada mereka.

"Selain itu, saya kira upaya mendorong formalisasi lapangan kerja juga menjadi penting mengingat semakin besarnya masyarakat yang bisa bekerja di lapangan kerja formal maka upaya untuk meningkatkan kesejahteraan juga akan semakin terbuka," kata Yusuf.



(mrh/sfr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER