Senada, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai dengan keterbatasan anggaran yang ada, upacara kemerdekaan tahun ini adalah upacara paling mahal. Menurutnya, upacara itu digelar hanya sebagai penutupan pemerintahan Jokowi demi meninggalkan 'warisan' di IKN.
Dengan kondisi ekonomi negara saat ini, Faisal menilai pengeluaran anggaran mencapai Rp87 miliar untuk sebuah perayaan kemerdekaan adalah sebuah pemborosan. Padahal di tengah pemborosan itu katanya, pemerintah malah menekan anggaran lain untuk kepentingan publik.
"Ketika subsidi misalkan untuk masyarakat menengah ke bawah itu terus ditekan-tekan, dikurangi, kemudian juga dari anggaran untuk banyak kementerian/lembaga, termasuk untuk pelayanan publik yang banyak dikurangi, ini malah terjadi peningkatan anggaran yang bukan prioritas sebetulnya," jelas dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia tak menampik bahwa perayaan kemerdekaan di IKN adalah sesuatu hal yang penting. Namun, ia menilai pemerintah seharusnya bisa lebih sensitif dalam merancang pengeluaran anggaran untuk upacara kemerdekaan tersebut. Sebab, banyak pembangunan IKN yang masih belum siap bisa memicu pengeluaran yang lebih besar.
"Dan juga dalam hal ekosistem yang ada di situ memang relatif terutama pada yang awal ini belum siap. Tidak sesiap untuk sebuah kota yang sudah establish. Maka biaya untuk transportasi logistik dan yang lain itu jadi berpotensi menjadi lebih mahal," ucap Faisal lebih lanjut.
"Semestinya kalau saja tidak buru-buru untuk mengejar target upacara kemerdekaan di IKN, mestinya ini kalau sejak awal diantisipasi masih bisa disisir, masih bisa dicoba ditekan supaya ongkos sewa, misalkan kendaraan itu tidak sampai dua-empat kali lipat daripada normal," imbuhnya.
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita pun berpendapat hal yang sama. Menurutnya, lokasi IKN yang sangat jauh serta progresnya yang masih jauh dari harapan membuat acara sebesar HUT RI di sana menjadi lebih fantastis ketimbang dilaksanakan di Jakarta di mana semua 'support system' sudah ada.
Maka itu, pilihan untuk merayakan HUT RI di IKN memang mengandung risiko pembengkakan fiskal jika dibandingkan diadakan di Jakarta seperti biasanya.
"Namun lagi-lagi bagi pemerintah, opsi tersebut dianggap 'layak' diambil untuk tujuan yang dianggap lebih besar," kata Ronny.
Secara umum, Ronny melihat dari perayaan HUT RI di IKN bahwa kepekaan pemerintah memang sudah lama menipis untuk urusan perasaan rakyat banyak.
"Bahkan bukan hanya soal perayaan di IKN saja, soal membangun IKN di sana pun sebenarnya sangat tidak sensitif terhadap banyak hal di negeri ini, termasuk terhadap perasaan masyarakat banyak," jelasnya.