Direktur Next Policy Yusuf Wibisono melihat pembentukan Badan Gizi Nasional merupakan langkah yang tergesa-gesa. Ia menyebut ini sangat berlawanan dengan semangat reformasi birokrasi yang digaungkan pemerintah.
"Seharusnya pelaksanaan program makan bergizi gratis dapat dilakukan secara terintegrasi dalam format kabinet yang sudah ada, tanpa perlu membentuk lembaga baru," katanya menyesalkan keputusan pemerintah.
"Pembentukan lembaga baru adalah mahal, menambah panjang rantai birokrasi, serta berpotensi menimbulkan inefisiensi dari rendahnya koordinasi antar-instansi dan lemahnya sinergi dengan program pemerintah yang telah ada," kritik Yusuf.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, Kemenkes lebih berhak menerima kepercayaan tersebut. Ia menegaskan sudah ada Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat di Kemenkes, yang menaungi Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
Yusuf mencontohkan bagaimana peran Kemenkes dalam mengintervensi gizi masyarakat selama ini. Langkah tersebut juga dilakukan dengan semangat memerangi stunting, salah satu musuh utama Republik Indonesia.
"Dengan pelaksanaan program MBG dilakukan oleh Kemenkes maka anggaran Rp71 triliun dapat dikelola secara lebih efisien. Lebih jauh, anggaran MBG juga dapat disinergikan dengan anggaran penanggulangan stunting yang selama ini hanya kisaran Rp30 triliun," tutur Yusuf.
"Dengan demikian, berbagai program intervensi gizi spesifik yang selama ini masih lemah dapat diperkuat secara tepat sasaran, seperti pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak di usia 1.000 hari pertama kehidupan," sambungnya.
Di lain sisi, Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 mencatat anggaran Kementerian Kesehatan justru merosot. Tahun depan kementerian ini hanya diberi Rp90,6 triliun, turun dari Outlook 2024 sebesar Rp93,3 triliun.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya ditugaskan tiga hal lain oleh Prabowo. Ini sama sekali tak mencakup makan bergizi gratis.
Pertama, Kemenkes diminta menyediakan rumah sakit yang baik di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Budi mencatat RS di 70 dari 514 wilayah masih tipe D dan akan di-upgrade ke tipe C, supaya alat serta dokternya lebih canggih.
"Kedua, bapak presiden terpilih juga ingin menurunkan TBC. Kita selain melakukan screening yang baik di TBC, kita juga melakukan perubahan rezim obat yang baru supaya bisa lebih singkat, itu sudah mulai jalan tahun ini," katanya dalam Konferensi Pers di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Jakarta Selatan, Jumat (16/8).
"Kita akan mulai clinical trial vaksin TBC. Semua penyakit menular itu paling ampuh kalau ada vaksinnya, TBC ini vaksinnya kuno sekali," sambung Budi.
Ketiga, Budi mengatakan Prabowo mau Kemenkes fokus melakukan tindakan preventif berupa screening kesehatan masyarakat. Warga Indonesia diharapkan bisa sehat, bukan hanya berobat karena sakit.
Ia menyebut strategi kesehatan ini lebih murah. Budi mengatakan deteksi dini bisa membuat kualitas hidup lebih baik serta menekan biaya perawatan kesehatan.
"Screening ini kita lakukan untuk semua siklus hidup. Kalau dulu screening bayi, gizi, dengan menimbang dan mengukur tinggi badan. Sekarang kita naik, anak-anak kita screening jiwa karena banyak yang di-bully itu. Anak-anak juga screening obesitas karena banyak kelebihan gula sejak kecil," jelas Budi.
"Dewasa kita lakukan screening kardiovaskular karena ini paling banyak kematiannya, stroke dan jantung. Kemudian, kita juga lakukan screening untuk cancer, yang sebelumnya agak mahal. Karena ditambah dananya sesuai aspirasi presiden terpilih, akan kita masukkan ... Untuk lansia kita juga screening," tutupnya.