ANALISIS

Segudang 'Bencana' Mengintai Jika Subsidi KRL Diubah Berbasis NIK

Sakti Darma Abhiyoso | CNN Indonesia
Selasa, 10 Sep 2024 07:05 WIB
Pengamat menyebut rencana pemerintah menyalurkan subsidi KRL berbasis NIK bisa menggusur hak masyarakat kelas menengah bawah.
Pengamat menyebut rencana pemerintah menyalurkan subsidi KRL berbasis NIK bisa menggusur hak masyarakat kelas menengah bawah. (CNN Indonesia/ Adi Ibrahim).

Pakar Kebijakan Publik dan Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai beban PSO seharusnya tak pantas menjadi kambing hitam. Ia menegaskan tak boleh ada alasan mengurangi subsidi KRL.

"KRL adalah moda transportasi publik yang sangat esensial bagi mobilitas masyarakat, terutama kelas menengah dan kelas bawah yang bergantung pada transportasi murah. Mengurangi subsidi KRL hanya akan menambah beban mereka dan bisa berujung pada penurunan kualitas hidup," tuturnya.

Achmad memperingatkan pemerintah mengenai situasi sekarang yang masih penuh tantangan. Memaksakan aturan baru subsidi KRL bakal menimbulkan ketidakadilan bagi kelompok rentan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketergantungan masyarakat kelas bawah pada transportasi publik murah menjadi hal krusial. Dengan subsidi berbasis NIK, pemerintah justru berpeluang menggusur hak-hak kelas menengah bawah.

"Ini membuat mereka tersisih dari layanan KRL karena tidak memiliki kapasitas ekonomi untuk menanggung biaya yang lebih tinggi. Selain itu, mereka juga tidak mampu beralih ke moda transportasi lain, seperti kendaraan pribadi yang lebih mahal," jelas Achmad.

Beban ekonomi masyarakat tentu bertambah. Di lain sisi, Achmad menyebut kesempatan mobilitas dan akses terhadap pekerjaan, pendidikan, dan layanan publik sirna seketika.

Selain itu, Achmad menyoroti potensi tergerusnya jumlah pengguna KRL andai subsidi berbasis NIK dipaksakan. Ini akan berujung kepada polusi udara yang semakin merajalela.

"Masyarakat yang tidak lagi menerima subsidi mungkin beralih ke moda transportasi lain, termasuk kendaraan pribadi. Belum ada perhitungan pasti, namun penurunan bisa mencapai 10 persen-20 persen, terutama dari golongan menengah," prediksinya.

Achmad menegaskan kebijakan ini kontraproduktif dengan upaya pemerintah menggenjot pengguna transportasi publik. Ia menyebut pada akhirnya upaya mengurangi kemacetan dan emisi akan terganggu.

Menurutnya, pemerintah sama sekali tidak kreatif. Negara terkesan terlalu sederhana dalam mencari solusi, padahal masih ada upaya lain yang tak menambah beban masyarakat kelas bawah.

"Pemerintah harus berhati-hati agar kebijakan subsidi tidak menimbulkan efek balik yang justru meningkatkan beban jalan raya dan pencemaran lingkungan," peringatan Achmad.

"Peningkatan efisiensi operasional, pengelolaan anggaran yang lebih baik, dan pengenalan teknologi yang mendukung efisiensi layanan bisa menjadi alternatif tanpa mengorbankan akses masyarakat terhadap transportasi publik yang terjangkau," tutupnya.



(agt/agt)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER