ANALISIS

Ngeri Bahaya Keran Ekspor Pasir Laut Dibuka Jokowi Usai 20 Tahun Setop

Dela Naufalia Fitriyani | CNN Indonesia
Rabu, 11 Sep 2024 07:18 WIB
Ekonom menilai risiko bahaya lebih besar dibanding keuntungan buat Indonesia usai keran ekspor pasir laut dibuka Jokowi.
Foto: CNN Indonesia/Adi Maulana Ibrahim

Kedua, Ronny mengatakan potensi kerusakan lingkungan ini biasanya akan berpengaruh terhadap ekonomi masyarakat nelayan yang beroperasi di kawasan pengerukan pasir laut.

"Biota lautnya akan hancur, sehingga potensi ekonomi perikanan dan ekonomi kelautan di kawasan tersebut akan menurun, yang akhirnya merugikan masyarakat nelayan," ucap dia kepada CNNIndonesia.com, Selasa (10/9).

Ketiga, terkait dengan nilai tambah. Ronny menjelaskan ekspor pasir laut tidak sesuai dengan platform kebijakan pemerintah yang sedang menggalakkan hilirisasi dan nilai tambah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menilai aktivitas menggeruk pasir lalu menjualnya mentah-mentah dapat menghilangkan kesempatan Indonesia untuk mendapatkan tambahan pendapatan dari kegiatan penambahan nilai sebuah komoditas.

Keempat, bahaya kedaulatan dan teritorial. Ia melihat jika pasir laut dijual misalnya ke Singapura dan digunakan untuk proyek reklamasi di kawasan perbatasan dengan Indonesia, hal itu akan melebarkan daratan Negara Singa itu yang kemudian berimbas pada perubahan perbatasan kedua negara.

Di samping itu, ia menilai sistem kuota ekspor bisa diterapkan untuk membatasi ekspoitasi pasir laut dengan pertimbangan tertentu untuk menetapkan volumenya. Namun, kata dia, itu hanya sekadar opsi saja.

"Pengaturan yang lengkap dan komprehensif sangat diperlukan, agar tidak terjadi imbas negatif yang merugikan masyarakat dan negara di kemudian hari, termasuk pengaturan tentang mana kawasan yang boleh dan tidak boleh dikeruk pasirnya," jelas Ronny.

Ronny menilai manfaat membuka keran ekspor pasir laut lebih kecil ketimbang risikonya, terutama dari sisi lingkungan dan ekonomi rakyat. Secara fiskal, pendapatan hanya akan dinikmati oleh segelintir eksportir dan penambang pasir, juga pemerintah. Sementara imbasnya akan diterima oleh ekosistem laut dan masyarakat di kawasan pengerukan.

Agar kebijakan ekspor pasir laut tak berdampak buruk ke lingkungan, ia menyarankan aturan yang diberlakukan harus sangat ketat, terutama soal pengaturan zonasi.

"Mana kawasan yang diperbolehkan dan mana yang tidak, dengan berbagai pertimbangan, mulai dari pertimbangan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan," pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho menduga Singapura ikut serta melobi dalam pembukaan keran ekspor pasir laut Tanah Air.

Menurutnya, kebijakan ini berpotensi menurunkan luas wilayah Indonesia, dan malah mendorong perubahan atau pelebaran luas wilayah Negeri Singa.

"Ini kita tahu bahwa Singapura itu menjadi negara pengimpor pasir laut tersebut. Jadi kalau kita berbicara mengenai kedaulatan wilayah, siapa yang akan diuntungkan di sini, yaitu Singapura," tutur Andry.

Ia mengatakan sejak Megawati melarang ekspor pasir laut, perubahan dari luas wilayah Singapura tidak naik secara signifikan, berbeda dengan sebelum ekspor dilarang. Menurutnya, peningkatan luas wilayah Singapura bisa dilakukan salah satunya dari ekspor pasir laut.

Andry menyebut pelarangan ekspor pasir laut juga diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Artinya, masih ada aktivitas ekspor pasir laut sejak dilarang Megawati pada 2002 hingga 2007.

"Nah ini dibuka lagi melalui Permendag dalam hal ini. Ini sebetulnya kita bisa tahu, siapa kalau bukan Singapura yang meminta untuk Indonesia membuka lagi ekspor pasir laut. Karena selain Singapura, tidak mungkin negara-negara seperti Belanda dan Belgia, dua negara pengimpor pasir laut yang besar juga," jelas dia.

"Tapi, kalau melihat dari latar geografis, saya rasa Singapura yang paling diuntungkan dari sini," imbuh Andry.

Selain itu, Andry berpendapat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari diberlakukannya aturan ini tidak akan besar. Hal ini terlihat dari data PNBP Kementerian KKP dari ekspor pasir laut. Berdasarkan perhitungannya, pendapatannya tidak terlalu besar, bahkan tidak mencapai Rp1 triliun.

"Kemungkinan besar ya di sekitaran Rp500 miliar per tahun. Sangat-sangat kecil," tuturnya.

Andry pun memaparkan dampak secara langsung dan tidak langsung dari aktivitas penambangan pasir yang dihasilkan dari permintaan negara-negara pengimpor seperti Singapura. Ia mengungkap adanya implikasi aktivitas penambangan pasir ilegal yang akan memberikan dampak bagi lingkungan.

Menurut dia, dampak negatif akan terasa terutama oleh para nelayan. Andry mengatakan imbas kebijakan itu nelayan tentu harus menangkap ikan lebih jauh karena kawasan laut yang akan tercemar. Hal ini berimplikasi terhadap biaya penangkapan ikan yang akan meningkat.

"Tentunya harga ikan bisa jadi lebih mahal," ucap dia.

Dampak lain termasuk juga abrasi pesisir dan erosi pantai. Selain itu, konflik sosial antara penambang dengan nelayan. Kebijakan itu dinilai akan memicu gejolak sosial di wilayah pesisir atau sedimentasi pasir tersebut.

"Jadi menurut saya kita perlu berhati-hati. Dan menurut saya bukan keputusan yang cermat yang dilakukan oleh Mendag dalam hal ini untuk melakukan ekspor pasir. Karena beberapa implikasi jauh lebih banyak daripada sekadar manfaat ekonomi," tutur Andry.

(pta)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER