ANALISIS

Ancaman Gig Economy Bagi Pekerja RI yang Dikhawatirkan Jokowi

Sakti Darma Abhiyoso | CNN Indonesia
Selasa, 24 Sep 2024 07:23 WIB
Gig economy adalah kondisi tak terhindarkan. Pemerintah harus menyiapkan infrastruktur hingga aturan untuk lindungi hak pekerja.
Kesiapan Masyarakat Hadapi Gig Economy. (Foto: CNN Indonesia/Adi Ibrahim)

Siapkah masyarakat Indonesia menghadapi ancaman gig economy?

Pakar Kebijakan Publik dan Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat melihat Indonesia masih dalam proses menuju era digital, termasuk gig economy. Sebagian masyarakat di perkotaan sudah mulai beradaptasi dengan pola kerja digital ini.

Akan tetapi, Achmad menekankan sebagian besar tenaga kerja di Indonesia masih belum siap sepenuhnya menghadapi gig economy.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Infrastruktur digital yang memadai, pendidikan teknologi, dan literasi keuangan harus terus ditingkatkan. Tantangan lainnya adalah menyiapkan tenaga kerja agar memiliki skill yang relevan dengan kebutuhan gig economy, seperti kemampuan digital, keterampilan komunikasi, dan adaptasi terhadap model kerja baru," tutur Achmad.

"Pemerintah harus lebih fokus pada peningkatan keterampilan atau upskilling serta reskilling untuk memastikan transisi ini berlangsung dengan baik dan tidak menciptakan kesenjangan yang lebih besar di masyarakat," sambungnya.

Achmad mengamini kehadiran UU Ciptaker berkontribusi terhadap menjamurnya pekerja kontrak dan freelancer. Ini yang pada akhirnya membahayakan nasib pekerja, seperti yang diwanti-wanti Jokowi.

Ia menegaskan UU Ciptaker harus direvisi total. Menurutnya, beleid ini memperkuat fleksibilitas perusahaan, tetapi memperbesar kesenjangan tenaga kerja karena tidak ada aturan jelas terkait standar upah, jam kerja, dan asuransi bagi pekerja lepas.

"Tanpa revisi total, potensi ketimpangan sosial dan ekonomi akan semakin besar karena pekerja non-tetap semakin rentan terhadap ketidakpastian. Oleh karena itu, revisi total UU Cipta Kerja sangat mendesak agar peraturan ini mampu menghadapi tantangan gig economy serta melindungi tenaga kerja Indonesia dengan lebih adil dan berkelanjutan," sarannya.

Menurutnya, peraturan khusus untuk menghadapi gig economy cukup dituangkan dalam revisi UU Ciptaker. Namun, Achmad menyarankan revisi ini harus memuat ketetapan khusus untuk gig economy dengan menetapkan standar perlindungan minimum bagi para pekerja kontrak hingga freelancer.

Achmad merinci empat poin utama untuk mengakomodir nasib gig worker. Pertama, standar kontrak pekerja yang jelas dan transparan antara pekerja dan platform yang mempekerjakan mereka.

Kedua, perlindungan berupa jaminan sosial. Ia menekankan gig worker perlu diberikan akses ke jaminan sosial, seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, agar tetap mendapatkan perlindungan dalam aspek kesehatan serta asuransi.

Ketiga, Achmad menyarankan adanya aturan khusus soal regulasi sistem pajak bagi pekerja kontrak dan freelancer.

"Peraturan baru (revisi UU Ciptaker) juga harus mengatur pajak penghasilan bagi pekerja gig yang bersifat fleksibel dan disesuaikan dengan penghasilan yang diterima. Sehingga mereka tidak terbebani oleh pajak yang terlalu tinggi atau tidak relevan," jelas Achmad.

Keempat, adanya pengaturan jam kerja dan skema upah minimum. Ia menegaskan tetap perlu ada standar upah minimum yang adil dan batasan kerja wajar, meski pekerja gig punya fleksibilitas bekerja.

"Dengan memasukkan peraturan khusus terkait gig economy dalam UU Ciptaker yang baru, pemerintah dapat mengantisipasi dampak negatif dari fleksibilitas pekerjaan ini. Sambil tetap melindungi hak-hak pekerja dan menjaga stabilitas sosial di tengah perubahan pola kerja di era digital," tandasnya.

(pta)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER