ANALISIS

Hati-hati, Gejala Doom Spending yang Miskinkan Gen Z Mulai Jangkiti RI

Mochammad Ryan Hidayatullah | CNN Indonesia
Kamis, 26 Sep 2024 07:38 WIB
Pengamat menyebut fenomena doom spending sejatinya sudah menjangkiti gen z dan milenial Indonesia imbas budaya pamer, perkembangan e-commerce dan pinjol.
Pengamat menyebut fenomena doom spending sejatinya sudah menjangkiti gen z dan milenial Indonesia imbas budaya pamer, perkembangan e-commerce dan pinjol. (CNN Indonesia/Safir Makki).

Setali tiga uang, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai perilaku doom spending dipatik oleh tiga hal.

Pertama, perkembangan sosial media di mana budaya pamer menular dengan cepat dan promosi bisa dilakukan secara push approach hingga ke ranah privat. Apalagi dengan teknologi AI, algoritma aplikasi bisa dengan akurat membidik target market.

Kedua, perkembangan e-commerce di mana belanja dapat dilakukan dengan mudah yang semakin popular pasca pandemi covid-19. Ketiga, perkembangan teknologi keuangan, di mana transaksi dapat dilakukan dengan mudah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tiga faktor di atas, dikombinasikan dengan literasi keuangan Gen-Z yang rendah dan karakter anak muda yang impulsif, membuat doom spending sangat menggejala di kalangan anak muda, bahkan generasi senior di Indonesia pun banyak yang terjangkit," jelas Wijayanto.

Fenomena ini juga diperburuk dengan mudahnya akses pinjaman online di berbagai platform media sosial.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), outstanding pinjaman online (pinjol) atau pinjaman yang belum dilunasi secara perorangan mencapai Rp63,54 triliun per Juli 2024.

Dari sisi usia, total outstanding pinjaman itu didominasi oleh usia generasi Z dan milenial atau 19-34 tahun dengan total outstanding Rp32,57 triliun.

Dari sisi kredit macet atau menunda pembayaran lebih dari 90 hari, generasi Z dan milenial mendominasi dalam kredit macet dari total outstanding pinjol dengan total Rp652,73 miliar.

Wijayanto pun mengatakan doom spending bisa merugikan perekonomian. Sebab, secara massal terjadi proses alokasi kapital yang tidak efisien dan bias pada aktivitas nonproduktif.

"Belum lagi, produk yang diminati kecenderungannya adalah produk impor, sehingga akan membuat trade deficit makin menganga," katanya.

Pemerintah harus turun tangan untuk mengatasi hal ini. Menurut Wijayanto hal itu salah satunya dengan mendongkrak literasi keuangan di kalangan gen Z, bahkan gen X dan millenial.

Selain itu, praktik pinjol perlu diatur secara ketat. Praktik manipulatif perlu disanksi tegas; dalam banyak kasus, bahkan pinjol legal juga ikut menjalankan praktik manipulatif tersebut.

Tak hanya itu, program lama seperti 'budaya menabung', 'budaya hidup hemat dan cermat' perlu kembali dipromosikan.

"OJK perlu bekerja ekstra keras tentunya dengan dukungan penuh dari berbagai instansi penegakan hukum dan pendidikan," tutup Wijayanto.



(agt)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER