Jokowi juga mewariskan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) yang menggantikan UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 pada November 2021. Perppu ini kerap dikecam buruh karena mengancam kesejahteraan mereka.
Ada sejumlah poin yang diprotes buruh dalam beleid itu termasuk konsep upah minimum. Berdasarkan aturan tersebut, formula penetapan upah minimum bisa diubah dalam keadaan tertentu.
"Dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat 2," bunyi pasal 88F Perppu Cipta Kerja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan ketentuan pasal 88D perppu tersebut, upah minimum dihitung dengan menggunakan formula penghitungan upah minimum yang mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.
Sementara itu, di dalam UU Ketenagakerjaan tidak menyebutkan unsur indeks tertentu dalam formula penentuan upah minimum.
"Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi," bunyi pasal 88 ayat 4 UU Ketenagakerjaan.
Sementara Pasal 88C menyebut gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi (UMP) dan dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Penetapan UMK dilakukan dalam hal hasil penghitungan UMK lebih tinggi dari UMP.
"Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan," bunyi pasal 88C ayat 4.
Partai Buruh dan organisasi serikat buruh menolak isi Perppu 2/2022 terutama sejumlah pasal tentang upah minimum. Presiden Partai Buruh Said Iqbal merinci sejumlah pasal yang ditolak oleh buruh. Pertama, pasal tentang upah minimum kabupaten/kota menggunakan istilah dapat ditetapkan oleh gubernur.
"Itu sama dengan UU Cipta Kerja. Bahasa hukum dapat berarti bisa ada bisa tidak, tergantung gubernur. Usulan buruh adalah redaksinya gubernur menetapkan upah minimum kabupaten/kota," kata Iqbal dalam keterangannya, Minggu (1/1).
Kedua, buruh menolak formula kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Buruh menolak menggunakan indeks tertentu dan berpendapat hal itu seperti memberikan mandat kosong kepada pemerintah.
"Sehingga bisa seenaknya mengubah-ubah aturan. Permasalahan lain terkait dengan pengupahan, perppu juga menegaskan hilangnya upah minimum sektoral," tegasnya.
Kinerja sektor manufaktur Indonesia memble belakangan ini. Mengutip rilis S&P Global, Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia untuk Juli 2024 hanya 49,3, turun dibandingkan Juni 2024 yang berada pada angka 50,7. Pelemahan kinerja itu pun menjadi perhatian Jokowi.
Memang, Indonesia tak sendiri. PMI negara tetangga kata Jokowi juga mengalami masalah sama.
Jokowi sebenarnya sudah punya kecurigaan mengenai penyebab masalah itu; banjir impor dan pelemahan permintaan domestik.
"Betul-betul dilihat kenapa permintaan domestik melemah, bisa karena beban impor, bahan baku yang tinggi karena fluktuasi rupiah atau adanya juga serangan produk-produk impor yang masuk ke dalam negara kita," kata Jokowi saat membuka sidang kabinet paripurna perdana di IKN pada Senin (12/8).
Ia pun ingin para menteri Kabinet Indonesia Maju mencari tahu penyebab sebenarnya sehingga kinerja manufaktur bisa kembali dibangkitkan.
"Saya ingin dicari betul penyebab utamanya dan segera diantisipasi karena penurunan PMI ini saya lihat sudah terjadi sejak empat bulan terakhir," ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia mencapai 47,85 juta orang pada 2024, turun dibandingkan 2023 yang mencapai 48,27 juta orang..
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar mengatakan penyebab utama turunnya kelas menengah tahun ini adalah pandemi Covid-19. Tercermin dari data yang dimiliki, penurunan jumlah penduduk kelas menengah berkurang sejak 2019.
Menurutnya, efek pandemi pada 2020 lalu masih terasa sampai saat ini, terutama kepada perekonomian. Masyarakat kelas menengah pun turut merasakan dampaknya.
"Kan tadi sudah dilihat dari 2014 ke 2019 kan naik (kelas menengah) dari 41 persen jadi 53 persen. Setelah pandemi, dia turun bertahap, itu yang saya tadi bilang, ada long covid buat perekonomian," ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (30/8).
Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono pun mengatakan persoalan kelas menengah bakal menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintahan Subianto.
"Ini memang menjadi hal yang harus dicermati betul. Saya rasa ini menjadi PR kepada pemerintahan Pak Prabowo, bagaimana kita mencari solusi-solusi jangka panjang untuk kembali ke level pra pandemi," katanya dalam media gathering Kementerian Keuangan di Anyer, Banten, Rabu (25/9).
Keponakan Prabowo itu mengatakan persoalan jumlah kelas menengah turun lantaran saat pandemi covid-19 banyak orang yang kehilangan pekerjaan. Ia menilai penurunan kelas menengah bukan karena kebijakan pemerintah yang salah.
"Jangan dianggap bahwa ada kebijakan-kebijakan tertentu yang kurang terus kita tiba-tiba kelas menengah turun terus. Ada konteksnya," katanya.
Ia mengatakan masalah kelas menengah menjadi fokus Kemenkeu. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) katanya tengah mencari solusi agar kelas menengah bisa tumbuh usai pandemi covid-19.
"Kalau di BKF istilahnya scarring effect dari pandemi. Sekarang bagaimana scaring effect itu kita setop. Itu perlu pendalaman yang lebih mendalam karena kita tahu kelas menengah butuh perhatian khusus," imbuhnya.
(fby/pta)