Kendati demikian, Ronny menilai masih ada peluang untuk mencapai perekonomian 8 persen, yakni visi kuat dari Prabowo dan ketegasannya.
"Jika visi ekonomi Prabowo ini bisa disalurkan dan ditularkan kepada para menterinya, saya kira, semuanya bisa membaik. Akan sangat tergantung kepada presidennya," kata dia.
Selain itu, angka pertumbuhan 8 persen nanti bisa dicapai atau tidak sangat bergantung pada kualitas belanja pemerintahan, terutama belanja pembangunan yang produktif. Di sisi lain juga tergantung kepada efektifitas menteri-menteri serta birokrasi dalam mengimplementasikannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selain itu, peran swasta juga sangat menentukan. Jika intervensi pemerintah justru menekan peran swasta dan meningkatkan oligarki, maka biaya investasi akan semakin mahal (ICOR) dan pemerataan akan semakin sulit dicapai. Imbasnya kue ekonomi justru akan mengerucut ke tangan segelintir elit ekonomi dan politik, peluang-peluang ekonomi akan menyempit bagi pelaku pasar, yang berisiko menekan angka pertumbuhan," jelas Ronny.
Senada, Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet meragukan para wajah lama ini bisa mendorong perekonomian tumbuh 8 persen. Kecuali ada terobosan baru yang akan diambil.
Sebab, Rendy menilai apabila melihat di masa kepemimpinan Jokowi saat ini, banyak dari para calon menteri tersebut tidak mencapai target yang ditetapkan.
"Dengan wajah-wajah lama ini dalam tim perekonomian, saya kira kita berharap kebijakan yang akan diambil, merupakan kebijakan yang baru dan bersifat inovatif. Hal ini karena kita paham bersama beberapa nama yang disebutkan, sebelumnya sudah pernah menjabat dan dalam masa kepemimpinan mereka beberapa hal dari target yang berkaitan dengan perekonomian itu belum tercapai secara maksimal," ungkap Rendy.
Ia mencontohkan, misalnya untuk target rasio pajak yang dalam beberapa tahun terakhir memang belum mengalami peningkatan ke level yang lebih tinggi. Padahal kebutuhan belanja dalam 5-10 tahun ke belakang itu mengalami peningkatan.
Begitu juga dengan dalam 5 tahun ke depan yang diperkirakan kebutuhan belanjanya akan meningkat tajam. Sehingga terobosan baru dalam mendorong penerimaan negara lebih tinggi sangat diperlukan.
"Di saat yang bersamaan, kita tahu kalau di 5 tahun mendatang kepemimpinan Prabowo, kebutuhan belanja juga akan semakin meningkat di tengah adanya program baru yang membutuhkan dana yang tidak sedikit, seperti, misalnya program akan bergizi gratis. Jadi dalam konteks Kementerian Keuangan saya kira kita berharap akan ada upaya-upaya lanjutan untuk meningkatkan rasio pajak sebagai salah satu sumber pendanaan utama APBN," kata Rendy.
Contoh lainnya, adalah gejala deindustrialisasi dini yang juga diharapkan mempunyai solusi yang baru dan pendekatan yang lebih solutif dibandingkan sebelumnya. Karena masalah prematur di industrialisasi adalah permasalahan yang sifatnya membutuhkan kebijakan lintas kementerian.
"Saya kira dalam 5 tahun sampai 10 tahun ke belakang masalah ini belum terselesaikan, maka sekarang dengan wajah lama yang kemudian diusulkan, kita berharap masalah ini bisa terselesaikan setidaknya secara bertahap sehingga harapan untuk mengejar target pertumbuhan perekonomian 8 persen seperti yang dijalankan sebelumnya itu bisa tidaknya tetap terjaga peluangnya sampai dengan 5 tahun ke depan," pungkas Rendy.