Mendiang Faisal Basri pernah 'meramalkan' kebangkrutan pabrik tekstil Cs, jauh sebelum PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex dinyatakan pailit.
Prediksi ekonom senior itu bukan tanpa dasar. Faisal menyoroti kinerja Kementerian Perindustrian yang dianggap tak berdampak ke sektor industri, termasuk untuk tekstil dan produk tekstil (TPT).
"Banyak perusahaan bangkrut, bukan hanya keramik. Banyak yang bangkrut, tekstil bangkrut. Belum bisa pulih dari covid-19, program restrukturisasinya sudah selesai, yang ndak bisa restrukturisasi ya sudah dia bangkrut, dijual," kata Faisal dalam Diskusi Publik di Jakarta Selatan, Selasa (16/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Orang menterinya (Menperin Agus Gumiwang) sibuk kampanye, petinggi Golkar, mana ngurusin (nasib industri)? Anda pernah dengar menteri perindustrian bikin pernyataan? Jarang dia, mungkin enggak semua Anda tahu nama menteri perindustrian siapa," tegasnya.
Saat itu, Faisal menyebut industri tanah air sedang limbung alias goyah. Ia menegaskan nasib buruk tersebut bahkan dialami hampir seluruh sektor industri di Indonesia.
Sang ekonom senior itu juga melihat industri di Indonesia tidak terdiversifikasi. Ini tercermin dari sumbangsih sejumlah sektor terhadap produk domestik bruto (PDB) industri non-migas, di mana terkonsentrasi pada makanan dan minuman serta kimia dan farmasi.
'Ramalan' Faisal menjadi kenyataan. Putusan perkara pengadilan negeri nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Semarang pada Senin (21/10) menjadi bukti sahih raksasa tekstil Sritex pailit.
Sritex melawan. Mereka mengajukan kasasi dan menegaskan operasional perusahaan masih tetap berjalan.
Namun, 'sakit' di tubuh raksasa tekstil itu tak bisa ditutupi. Emiten berkode SRIL itu punya utang menggunung, yakni sekitar US$1,6 miliar atau Rp25 triliun (asumsi kurs Rp15.695 per dolar AS) kepada 28 bank.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan Presiden Prabowo Subianto sudah meminta empat kementerian untuk bergerak menyelamatkan karyawan Sritex dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Pemerintah akan segera mengambil langkah-langkah agar operasional perusahaan tetap berjalan dan pekerja bisa diselamatkan dari PHK," katanya dalam keterangan resmi, Jumat (25/10).
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengamini banyak kritik menyasar Agus Gumiwang. Ia menegaskan ucapan-ucapan pedas itu bukan tanpa dasar.
Menurut Achmad, Agus menggambarkan betapa lemahnya upaya pemerintah. Ini terutama dalam rangka menyelamatkan sektor yang sangat membutuhkan perhatian.
"Dengan menperin yang sama seperti di era Presiden Joko Widodo, harapan untuk melihat perubahan signifikan dalam penanganan krisis di industri tekstil, termasuk kasus Sritex dan sektor padat karya lainnya tampak minim," ucap Achmad kepada CNNIndonesia.com, Senin (28/10).
"Sektor tekstil dan padat karya membutuhkan tindakan yang tidak hanya cepat, melainkan juga komprehensif dan inovatif. Tanpa adanya figur yang memiliki keberanian dan visi baru untuk membawa perubahan mendasar, masalah yang dihadapi industri ini hanya akan berlarut-larut," wanti-wanti Achmad.
Sementara itu, Achmad melihat upaya Agus dan jajarannya hanya bersifat reaktif, bukan proaktif. Ia menilai ini justru berpotensi semakin memperburuk kondisi industri dalam jangka panjang.
Lihat Juga : |
Ia menegaskan ada efek domino yang bisa mengguncang seluruh sektor industri garmen di Indonesia. Achmad menyebut Sritex adalah salah satu ikon kebanggaan industri tekstil nasional yang tak hanya beroperasi di pasar domestik, tetapi juga dikenal di kancah global.
"Pemerintah harus segera mengeluarkan paket bantuan sosial khusus untuk pekerja di sektor garmen yang terdampak. Program, seperti bantuan langsung tunai (BLT) atau subsidi bagi keluarga yang kehilangan penghasilan harus segera disalurkan untuk mencegah terjadinya krisis sosial yang lebih luas," saran Achmad.
"Selain itu, program pelatihan ulang (reskilling) dan peningkatan keterampilan (upskilling) harus diperluas agar para pekerja dapat mengakses peluang pekerjaan di sektor lain. Misalnya, pekerja garmen yang memiliki keterampilan menjahit atau produksi tekstil dapat dilatih untuk beralih ke industri lain yang sedang berkembang, seperti industri kreatif atau teknologi," imbuhnya.
Di lain sisi, ia mendesak Presiden Prabowo Subianto segera berkoordinasi dengan perbankan dan lembaga keuangan. Langkah ini diharapkan bisa merestrukturisasi utang yang lebih fleksibel bagi perusahaan tekstil yang kesulitan, termasuk Sritex.
Pemerintah juga diminta memberikan insentif pajak dan subsidi energi bagi perusahaan tekstil agar bisa menurunkan biaya produksi. Biaya produksi yang lebih rendah akan membantu perusahaan-perusahaan padat karya ini bertahan dan tetap kompetitif di pasar global.
"Badai PHK di sektor garmen, terutama dengan kepailitan Sritex adalah sebuah krisis yang tidak bisa dianggap remeh. Dampaknya tidak hanya akan dirasakan oleh para pekerja yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga mengguncang industri tekstil secara keseluruhan. Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih memiliki tanggung jawab besar untuk menavigasi Indonesia melalui krisis ini," pesannya kepada Prabowo.
"Industri ini memiliki potensi besar untuk tetap menjadi salah satu pilar penting ekonomi nasional, namun membutuhkan intervensi yang cepat dan tepat dari pemerintah untuk dapat bertahan serta berkembang di masa depan," tandasnya.