Peneliti Core Indonesia Eliza Mardian juga mendorong kebijakan baru demi tercapainya asa 8 persen. Ia menegaskan seluruh lapisan masyarakat mesti menikmati kue ekonomi, mulai dari swasta kecil, swasta besar, BUMN, hingga koperasi.
Ia mengatakan pemerintah harus membangun industri dasar dan menggerakkan semua sektor di setiap daerah. Namun, komoditasnya disesuaikan dengan potensi daerah tersebut.
"Pemerintah sebaiknya memiliki semacam dashboard kebutuhan industri besar. Dengan adanya data berbagai kebutuhan penunjang produksi industri besar, ini dapat menjadi pangsa pasar bagi industri menengah dan kecil menjadi supplier mereka. Dengan demikian akan terbangun linkage antara skala industri di dalam negeri yang selama ini belum begitu baik," saran Eliza.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Revitalisasi industri manufaktur sebagai jangkar untuk membangun backward dan forward linkage dengan industri-industri pendukung, ini kuncinya," tegasnya.
Sedangkan Direktur Next Policy Yusuf Wibisono menyarankan dua hal untuk kembali mengerek pertumbuhan ekonomi RI. Pertama, dilihat dari sisi kebijakan fiskal.
Ia menyebut pemerintah mesti memperkuat kebijakan bansos serta menjaga tarif layanan publik, mulai dari KRL hingga uang kuliah tunggal (UKT). Di saat yang sama, pemerintah semestinya membatalkan rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen di 2025.
Kedua, Yusuf menyebut harus ada tindakan dari sisi moneter. Ia mengatakan Bank Indonesia (BI) diharapkan semakin agresif menurunkan tingkat bunga acuan yang masih di kisaran 6 persen.
"Kita berharap hingga akhir tahun BI rate dapat dipangkas hingga di kisaran 5 persen demi mendorong investasi dan daya beli masyarakat," katanya.
"Untuk stabilitas rupiah, selayaknya BI tidak mengandalkan pada kebijakan suku bunga, melainkan pada repatriasi devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam," tutup Yusuf.