Dewan Perwakilan Daerah (DPD) meminta pemerintah menunda kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai tahun depan.
Ketua DPD Sultan Bachtiar Najamuddin khawatir jika PPN naik, maka tingkat inflasi juga ikut terkerek.
"Tapi kami tidak pada posisi eksekutif. Kita hanya merekomendasikan coba dipikir ulang, dipikir ulang, ditinjau ulang (kenaikan PPN)," katanya di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (19/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati meminta pemerintah menunda kenaikan PPN, Sultan mengatakan DPD tidak menghalangi pemerintah melaksanakan kebijakan itu jika sudah dipertimbangkan dengan matang.
DPD katanya tak mempermasalahkan jika pemerintah sudah melakukan simulasi bahwa dengan kenaikan PPN menjadi 12 persen bisa menambah penerimaan negara untuk membiayai program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis.
"Kami tidak akan menghalangi pemerintah kalau ternyata simulasinya sudah matang betul bahwa menaikkan pajak sekian persen akan mendapatkan sumber untuk membiayai program-program strategis. Contohnya Makan Bergizi Gratis, swasembada pangan dan energi, dan lain-lain," imbuhnya.
PPN Indonesia akan menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara (ASEAN) jika naik menjadi 12 persen pada 2025. Tarif PPN Indonesia akan menjadi yang teratas di kawasan bersama Filipina yang sudah lebih dulu memberlakukan tarif pajak 12 persen.
Menukil data Worldwide Tax Summaries yang dirilis konsultan keuangan PWC, tarif PPN Indonesia saat ini merupakan yang tertinggi ke-2 di ASEAN.
Setelah itu, Malaysia, Laos, Vietnam, dan Kamboja mengekor dengan besaran tarif masing-masing 10 persen. Selanjutnya, Singapura menerapkan tarif PPN 9 persen, Thailand 7 persen, dan Myanmar 7 persen.
Sementara itu, Brunei menjadi satu-satunya negara di ASEAN yang tidak memungut PPN kepada warganya.