Eli Susiyanti mengungkap keberadaan pagar laut misteris itu membuat para nelayan kesulitan mencari ikan.
Pembangunan pagar laut misterius itu mencaplok wilayah pesisir 16 desa di 6 kecamatan. Di kawasan sekitar pagar laut misterius, ada masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan sebanyak 3.888 orang dan ada 502 orang pembudidaya.
"Panjang 30,16 km ini meliputi 6 kecamatan. 3 desa di Kecamatan Kronjo, kemudian 3 desa di Kecamatan Kemiri, 4 desa di Kecamatan Mauk, 1 desa di Kecamatan Sukadiri, dan 3 desa di Kecamatan Pakuhaji, dan 2 desa di Kecamatan Teluknaga," ungkap Eli pada diskusi 'Pemasalahan Pemagaran Laut di Tangerang Banten," di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta, Selasa (7/1), dilansir Detikfinance.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan pagar itu masuk dalam kawasan pemanfaatan umum, yang tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2023-2043.
Terpisah, Pengurus Pusat Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Miftahul Khausar menegaskan bahwa pagar laut ini merupakan tindakan ilegal yang membatasi akses nelayan terhadap ruang laut.
"Pemagaran ini secara langsung mengganggu aktivitas nelayan dalam melaut dan menghilangkan wilayah tangkap yang menjadi sumber penghidupan nelayan secara turun-temurun," ujar Miftahul kepada CNNIndonesia.com, Rabu (8/1).
Ia menyebut bahwa informasi dari anggota KNTI di Tangerang menunjukkan pemagaran ini diduga dilakukan secara diam-diam, tanpa pemberitahuan kepada masyarakat pesisir. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa wilayah tersebut akan digunakan untuk proyek reklamasi atau pembangunan lain yang berpotensi merusak ekosistem pesisir.
"KNTI mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas. Pemagaran ini jelas melanggar hukum dan mencerminkan upaya privatisasi laut yang tidak adil bagi nelayan," tambahnya.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (DJPKRL) Kementerian KKP Kusdiantoro menegaskan pemanfaatan ruang laut tanpa memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) merupakan pelanggaran.
Kusdiantoro mengatakan pemagaran laut mengindikasikan upaya untuk mendapatkan hak atas tanah di perairan laut secara tidak benar.
Kegiatan tersebut dapat menjadikan pemegang hak berkuasa penuh dalam menguasai, menutup akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati dan berpotensi menyebabkan perubahan fungsi ruang laut.
Selain itu, kata dia, pemagaran laut tidak sesuai dengan praktik internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982).
"Paradigma hukum pemanfaatan ruang laut telah berubah menjadi rezim perizinan, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 3/PUU-VIII/2010. Tujuannya adalah memastikan ruang laut tetap menjadi milik bersama yang adil dan terbuka untuk semua," kata Kusdiantoro.
(del/agt)