BRI Terapkan Strategi Fleksibel & Terukur Hadapi Tantangan Global
Di tengah ketidakpastian ekonomi global yang terus menguji sektor perbankan, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) menegaskan komitmennya untuk mempertahankan kinerja solid dan mendorong pertumbuhan bisnis secara berkelanjutan melalui strategi yang fleksibel dan terukur.
Direktur Utama BRI, Sunarso, mengungkapkan bahwa meskipun dinamika pasar global dan domestik kian kompleks, BRI tetap optimis dengan tren profitabilitas untuk periode 2025-2026. Dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian, pihaknya mengusung strategi 'wait and see' untuk merespons dinamika pasar sekaligus mengembangkan pendekatan yang fleksibel dan terukur.
"Jika tantangannya tidak lebih buruk dari sekarang, kita masih bisa bertahan. Namun, jika tantangannya memburuk, kita harus punya plan B. Apa yang harus kita perketat, mana yang harus kita jaga, kita sudah menyiapkan langkah-langkah antisipasi untuk menghadapi kondisi yang lebih buruk," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (18/2).
Pada podcast BBRI Pilar Utama Perbankan Nasional: Peluang Besar di 2025 di kanal YouTube Hermanto Tanoko, ia memaparkan strategi BRI dapat dianalogikan dengan pertandingan sepak bola.
Dalam kondisi normal, BRI diibaratkan mampu mencetak kemenangan 3-0 dengan likuiditas, kualitas, dan profitabilitas yang prima. Namun, pada saat krisis atau ketidakpastian tinggi, kemenangan 2-1 sudah cukup karena fokus utama adalah menjaga stabilitas dan keberlanjutan.
"Meskipun profitabilitas mungkin sedikit menurun, yang penting adalah kita tetap bertahan," imbuh dia.
Berbekal prinsip tersebut, Sunarso yakin BRI dapat menjaga momentum pertumbuhan di tengah dinamika global dan domestik, serta tetap konsisten memberikan nilai tambah yang signifikan bagi pemegang saham. Daya tahan yang kuat dalam menghadapi tantangan eksternal maupun internal telah membuktikan bahwa perseroan mampu tumbuh secara berkelanjutan.
Sebagai bagian dari strategi untuk menjaga keberlanjutan operasional, ia pun menyoroti pentingnya kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR). Menurutnya, rasio CAR BRI yang tinggi menunjukkan fondasi yang kuat untuk ekspansi bisnis dan mitigasi risiko.
Saat ini, CAR BRI tercatat lebih dari 26%, jauh di atas threshold Basel III, sementara BRI sebenarnya hanya membutuhkan CAR sebesar 17,5% untuk meng-cover risiko sesuai ketentuan.
"Dengan CAR 26%, itu berarti kami memiliki ruang lebih dari 7% untuk penggunaan modal. Ini menunjukkan bahwa selama lima tahun ke depan, berapa pun laba yang dihasilkan, BRI tidak perlu menahan laba untuk memperkuat modal dan berapapun laba BRI memang harus dibagi," tegasnya.
Di samping itu, Sunarso menekankan bahwa BRI juga menjaga kualitas aset melalui pengelolaan portofolio kredit yang hati-hati. Langkah ini merupakan bagian dari upaya antisipatif dalam menghadapi potensi penurunan kualitas kredit, sehingga kinerja perusahaan tetap terjaga dalam jangka panjang.
Pendekatan fleksibel dan terukur ini diyakini akan menjaga momentum pertumbuhan BRI, meskipun menghadapi dinamika pasar global dan domestik yang penuh tantangan. Dengan strategi antisipatif dan kesiapan plan B, perseroan optimis tetap dapat memberikan nilai tambah yang signifikan bagi pemegang saham serta berkontribusi pada perekonomian nasional.
(rir)