Rizal menegaskan Temasek memiliki rekam jejak panjang dalam pengelolaan investasi global dan tata kelola perusahaan yang sangat baik. BUMN Singapura itu telah membangun reputasi dan kepercayaan publik dan investor selama puluhan tahun melalui transparansi penuh dan pengawasan ketat.
"Danantara nampaknya dirasa sebaliknya, yakni lembaga baru yang masih belum memiliki sistem tata kelola dan transparansi pengelolaan keuangan yang teruji. Tanpa pengalaman dan pengawasan yang tepat, tata kelola organisasi dan keuangan secara profesional, maka akan sangat sulit bagi Danantara untuk meraih posisi seperti Temasek," katanya.
Kepercayaan investor, sambungnya, adalah kunci bagi keberhasilan lembaga pengelola dana. Danantara hanya bisa meraih kepercayaan dengan menunjukkan kinerja yang konsisten dan transparan dalam pengelolaan dana. Selain itu, profesionalisme dan pengawasan publik juga harus menjadi prioritas utama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika Danantara gagal membangun landasan yang kokoh seperti Temasek, lembaga ini berisiko menjadi proyek gagal atau bahkan sarang penyimpangan baru," katanya.
Senda, Peneliti Next Policy Shofie Azzahrah mengatakan penyerahan dana sebesar Rp325 triliun kepada Danantara bukanlah langkah yang tepat. Apalagi dana tersebut berasal dari APBN yang terkena pemangkasann di mana efisiensi anggaran ini telah mengurangi alokasi bagi layanan publik dan menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi tenaga pemerintah non-PNS.
Dari sisi kelembagaan, sambungnya, Danantara memang memiliki potensi untuk menghasilkan return yang signifikan. Namun, mengingat rekam jejak pengelolaan investasi oleh perusahaan di bawah pemerintah, seperti kasus Jiwasraya dan Asabri yang berujung pada korupsi besar-besaran, maka muncul kekhawatiran mengenai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana dalam jumlah yang begitu besar.
"Oleh karena itu, tanpa mekanisme pengawasan yang ketat dan sistem tata kelola yang kuat, kebijakan berisiko tinggi terhadap penyalahgunaan dan ketidakefisienan," katanya.
Shofie mengatakan salah satu kekhawatiran utama dalam pengelolaan dana di Danantara adalah terbatasnya pengawasan oleh lembaga audit independen. Tidak hanya kebal dari pengawasan KPK, direksi Danantara katanya juga memiliki batasan dalam pemeriksaan oleh BPK.
Ia mengatakan BPK memang diberikan mandat untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Danantara, tetapi pemeriksaan dengan tujuan tertentu hanya dapat dilakukan atas permintaan alat kelengkapan DPR yang membidangi BUMN. Klausul tersebut perlu diperjelas agar BPK dan KPK dapat melakukan pemeriksaan secara independen dan menyeluruh.
Lebih lanjut, ia mengatakan keberhasilan Danantara untuk mencapai skala dan reputasi seperti Temasek sangat bergantung pada penerapan tata kelola yang baik, profesionalisme dalam investasi, serta kemampuan menarik dan mengelola dana secara efektif.
Selain itu, regulasi yang jelas dan stabil, serta komitmen pemerintah dalam menjaga independensi dan integritas Danantara akan menjadi faktor utama dalam mewujudkan visi tersebut.
Jika aspek-aspek tersebut belum dapat dijalankan dengan baik, Shofie mengingatkan ada risiko besar Danantara tidak akan berkembang seperti Temasek, melainkan justru mengalami permasalahan serupa dengan Jiwasraya atau Asabri.
"Oleh karena itu, sebelum Danantara dapat menjadi institusi investasi yang kredibel dan berdaya saing global, pemerintah harus memastikan adanya sistem pengawasan dan manajemen risiko yang ketat," katanya.
(pta)