Selain itu, sektor padat karya seperti pakaian jadi dan tekstil juga ia perkirakan makin terpuruk. Apalagi, sebagian besar brand internasional yang ada di Indonesia, punya pasar besar di AS.
"Begitu kena tarif yang lebih tinggi, brand itu akan turunkan jumlah order atau pemesanan ke pabrik Indonesia. Sementara di dalam negeri, kita bakal dibanjiri produk Vietnam, Kamboja dan China karena mereka incar pasar alternatif," jelasnya.
Tak hanya itu, keterpurukan rupiah dan IHSG yang saat ini terjadi diperkirakan berlanjut. Sebab, investor mencari aset yang aman dan keluar dari negara berkembang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tekanan rupiah wajib diwaspadai efeknya ke imported inflation (harga barang impor jadi lebih mahal), menekan daya beli lebih lanjut terutama pangan, dan kebutuhan sekunder (perlengkapan rumah tangga, elektronik). Paska libur lebaran, pasar saham bersiap hadapi capital outflow," terangnya.
Menurut Bhima, saat ini solusinya adalah Indonesia harus bersiap dan berlomba mengejar peluang relokasi pabrik, dan tidak cukup hanya bersaing dari selisih tarif resiprokal Indonesia lebih rendah dari Vietnam dan Kamboja.
Ia menilai kuncinya di regulasi yang konsisten, efisiensi perizinan, tidak ada aturan yang buat gaduh (RUU Polri dan RUU KUHAP). Ia meminta pembahasan aturan yang membuat gaduh ditunda dulu.
Selain itu, ia juga meminta kesiapan infrastruktur pendukung kawasan industri, sumber energi terbarukan yang memadai untuk pasok listrik ke industri, dan kesiapan sumber daya manusia dibenahi.
"Faktor-faktor tadi jauh lebih penting karena Indonesia sudah tidak bisa guyur insentif fiskal berlebihan dengan adanya Global Minimum Tax. Kalau sebelumnya tarik investor dengan tax holiday dan tax allowances, sekarang saatnya perbaiki daya saing yang fundamental," tegasnya.
Selain itu, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan pemerintah juga harus menggenjot diplomasi geopolitik dan ekonomi.
Diplomasi bisa dilakukan Presiden Prabowo dengan menelpon lalu berjanji bertemu dengan Donald Trump. Itu perlu dilakukan untuk mendinginkan Trump.
Nah, dalam pertemuan itu, Prabowo bisa menjelaskan bahwa sejatinya Indonesia tidak seperti China yang mendapatkan keuntungan besar perdagangan dari Amerika.
"Itu jauh lebih baik. Karena kan ini, Trump itu kan marah menganggap negara lain itu menipu Amerika, mengambil keuntungan dari Amerika dan itu harus dijelaskan secara bilateral. Dan Trump itu kan menyenangkan pendekatan bilateral, bukan multilateral. Jadi akan lebih baik Prabowo menelpon kalau bisa dan berjanji bertemu kapan, itu berbicara itu akan lebih meredakan situasi," katanya.
Diplomasi ini sejatinya pernah ditempuh China pada periode pemerintahan Trump tahap pertama.
Saat itu, Trump juga melancarkan perang dagang.
"China mengajak Trump berbicara sehingga muncul negosiasi namanya trade deal phase one. Tahap pertama. Bahwa Cina akan membeli komoditas pertanian Amerika US$200 bilion- US$300 bilion walaupun kemudian tidak terujud karena Trump keburu kalah," katanya.
(agt)