ANALISIS

Segudang Bahaya Intai RI Jika Keran Impor Dibuka Jor-joran Tanpa Kuota

Feby Febrina Nadeak | CNN Indonesia
Kamis, 10 Apr 2025 07:30 WIB
Penghapusan kuota impor tanpa strategi matang akan membawa dampak serius, terutama kepada petani, nelayan, pelaku UMKM, dan pekerja sektor riil.
Tsunami Barang Murah Hantam Industri Lokal. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho mengatakan langkah penghapusan kuota impor justru berisiko besar mempercepat kerusakan ekonomi nasional jika tidak dikawal dengan regulasi yang super ketat.

Menurutnya, jika tidak dikontrol maka sama saja mengundang banjir produk asing di tengah pasar domestik yang rapuh.

"Kita harus jujur, beberapa tahun terakhir saja, kita sudah dihantam habis-habisan oleh krisis overcapacity dan pelambatan ekonomi China. Produk-produk murah, bahkan yang ilegal, masuk ke pasar kita dengan sangat mudah. Kalau sekarang kita malah lepas rem, gelombang barang murah ini bisa jadi tsunami bagi industri lokal," tegas Andry.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Andry mengatakan jika keran impor dibuka bebas, maka yang paling terpukul adalah industri padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik ringan yang saat ini sedang menghadapi gelombang PHK besar-besaran. Imbasnya, PHK massal bisa makin tidak terhindarkan.

Jika PHK yang sudah besar makin meluas, ujungnya daya beli masyarakat ikut runtuh karena masyarakat kehilangan pendapatan. Tanpa daya beli, konsumsi rumah tangga sebagai tulang punggung perekonomian nasional akan ikut melemah.

Tak hanya itu, keran impor yang bebas juga turut berdampak buruk pada iklim investasi.

"Kalau pasar domestik dibanjiri impor murah, logika investor sederhana: buat apa bangun pabrik di sini? Lebih murah ekspor dari negara mereka sendiri atau dari kawasan lain yang lebih kompetitif," jelas Andry.

"Akibatnya ekonomi kita masuk ke lingkaran setan. Industri jatuh, konsumsi lesu, investor kabur, ekspor lemah, impor merajalela. Ini jelas krisis struktural," lanjutnya.

Ia mengatakan keran impor bisa dibuka lebih fleksibel terhadap barang-barang yang memang diperlukan supaya roda produksi dalam negeri tetap berputar, terutama bahan baku dan barang modal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri secara memadai.

Misalnya, mesin-mesin untuk manufaktur, atau komponen elektronik yang memang masih bergantung pada impor. Kemudian juga kebutuhan energi seperti LPG atau bahan baku petrokimia.

Namun, yang harus betul-betul dijaga adalah barang jadi yang bersaing langsung dengan produksi dalam negeri, terutama yang menyerap banyak tenaga kerja. Contohnya tekstil dan produk turunannya, alas kaki, dan peralatan elektronik ringan. Kemudian juga produk pangan konsumsi seperti gula, garam, atau daging sapi.

"Kalau itu dibuka bebas, kita akan sangat rentan. Apalagi di tengah kondisi global sekarang, barang-barang murah dari luar itu sedang cari pasar, dan Indonesia bisa jadi target besar," katanya.

(pta)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER