Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal melihat ormas juga sebagai 'alat' dari para pemimpin atau kepala daerah. Back up dari 'raja kecil' itu pada akhirnya membuat organisasi kemasyarakatan tumbuh subur.
Ia menyarankan para kepala daerah untuk segera mengubah pola pikirnya. Faisal menekankan pemimpin tidak lagi berpikir hanya memperoleh keuntungan sesaat melalui pungli atau memeras investor.
Pemahaman yang harus ditanamkan adalah investasi butuh waktu alias baru terasa untungnya dalam jangka panjang. Keuntungan tersebut juga bisa dinikmati banyak orang, terutama seluruh warga daerah terkait.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berarti (kepala daerah) harus mengesampingkan keuntungan-keuntungan sesaat dan kemudian perlu membantu untuk enforcement supaya investasinya baik. Betul-betul mencegah dan menindak ormas-ormas yang merusak sistem investasi tersebut," saran Faisal.
Di lain sisi, mesti ada kolaborasi dengan pemerintah pusat. Tanpa ada kerja sama dua kekuatan besar, Faisal menilai keberadaan ormas akan susah diberantas.
Kepala daerah selaku orang yang punya kekuatan politik harus mampu bertindak. Misalnya, dengan menggerakkan aparat penegak hukum.
Begitu pula keseriusan pemerintah pusat dalam penindakan praktik-praktik premanisme ormas yang justru kontradiktif terhadap upaya menarik investasi, utamanya di sektor manufaktur.
Sementara itu, Ekonom Bright Institute Muhammad Andri Perdana menduga ada kesengajaan dalam pembiaran praktik premanisme ormas. Ujungnya ada 'harga' sebagai syarat untuk mengatasi fenomena liar tersebut.
"Investasi penanaman modal asing (PMA) berskala besar yang menjadi perhatian pusat sebenarnya relatif jarang untuk 'diganggu', apalagi jika investasi tersebut diberikan status objek vital nasional (obvitnas), seperti di Morowali, Konawe, Halmahera, dan lain-lain," komentar Andri.
Ia kemudian mengutip pernyataan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi soal kondisi pabrik BYD di Subang yang sekarang diklaim sudah sangat aman. Menurutnya, ini menunjukkan sebenarnya negara sangat bisa bertindak tegas.
"Negara sebenarnya sangat bisa jika ingin setiap pabrik atau investasi dibebaskan dari premanisme ormas. Namun, tampaknya hal ini justru membentuk sistem saling menguntungkan antara negara dan ormas yang membutuhkan satu sama lain," kritiknya.
Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani sudah pernah merespons ramai aksi premanisme ormas di Indonesia. Apalagi, berujung pada lenyapnya investasi ratusan triliun rupiah.
Rosan menilai perlu ada diskusi untuk menyelesaikan masalah ini. Meski, ia tak merinci bagaimana langkah konkret yang bakal ditempuh negara untuk mengomunikasikan masalah premanisme ormas.
"Kalau saya melihatnya ini perlu ada diskusi yang lebih baik," kata Rosan usai Mandiri Investment Forum 2025 di Fairmont Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (11/2).
"Dengan investasi masuk ini kalau semua lancar, semuanya damai, itu kan juga menciptakan lapangan kerja di situ," tegasnya.