ANALISIS

Menguak Biang Kerok Kapok Pengusaha Garap Proyek Pemerintah

Feby Febrina Nadeak | CNN Indonesia
Rabu, 04 Jun 2025 07:19 WIB
Skema KPBU dianggap ajang transfer beban keuangan ke swasta tanpa jaminan kepastian hukum dari pemerintah. Jika dibiarkan, pembangunan nasional terancam.
Seabrek Risiko: Finansial, Institusional hingga Privilese BUMN. (Foto: ANTARA FOTO/Teguh Prihatna)

Achmad mengingatkan keluhan pengusaha tersebut tidak boleh dianggap angin lalu, karena berpotensi mengganggu kelanjutan agenda pembangunan infrastruktur nasional. Apalagi APBN tidak memiliki ruang fiskal yang cukup luas untuk membiayai sendiri megaproyek infrastruktur.

"Jika tren ini berlanjut dan sektor swasta semakin enggan terlibat dalam proyek infrastruktur, kita menghadapi risiko sistemik yang serius," katanya.

Menurutnya, tanpa keterlibatan swasta, pembangunan infrastruktur bisa terganggu. Padahal infrastruktur bukan hanya soal pembangunan fisik, tapi juga urat nadi pertumbuhan ekonomi. Ketika jalan tak terbangun maka distribusi barang terhambat. Begitu pula jika pelabuhan mangkrak maka ekspor jadi mandek dan jika pembangunan bendungan tertunda maka lahan pertanian bisa kekeringan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Achmad menilai masalah utama KPBU bukan sekadar pada aturan yang rumit, melainkan pada kepercayaan yang terkikis. Karenanya, pemerintah perlu membangun ulang fondasi kepercayaan dengan mitra swasta.

Pertama, pemerintah perlu membuka proses perencanaan dan evaluasi proyek secara transparan, termasuk pembagian risiko dan proyeksi pengembalian.

"Kedua, perlu ada konsistensi kebijakan. Jangan sampai proyek yang dimulai dengan satu regulasi tiba-tiba harus patuh pada regulasi baru di tengah jalan," katanya.

Ketiga, pemerintah perlu memberikan insentif fiskal dan jaminan yang realistis agar swasta tidak merasa bermain di medan yang tidak seimbang.

"Mengundang swasta masuk proyek pemerintah tidak boleh hanya dimaknai sebagai upaya 'meminjam uang' mereka, tapi harus dilihat sebagai kerja sama strategis demi kepentingan bangsa," katanya.

Senada, Kepala Center Makroekonomi dan Keuangan INDEF M Rizal Taufikurahman mengatakan skema KPBU pada dasarnya dimaksudkan sebagai jembatan antara keterbatasan fiskal negara dan kebutuhan pembangunan infrastruktur nasional.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa KPBU lebih menyerupai labirin birokrasi ketimbang kolaborasi simbiosis. Kesannya, KPBU hanya medium transfer beban anggaran, tetapi tanpa didukung jaminan hukum yang pasti.

"Skema ini sering membebankan risiko terlalu berat di pundak swasta. Mulai dari risiko permintaan, teknis, hingga ketidakpastian politik yang tidak di-cover memadai oleh mekanisme jaminan pemerintah. Alih-alih menjadi ekosistem kolaboratif, KPBU terperangkap dalam logika 'transfer beban fiskal", bukan 'bagi untung risiko'," katanya.

Di sisi lain, pemerintah daerah sering tak punya kapasitas fiskal dan komitmen politik untuk mendukung keberlanjutan proyek. Akumulasi ini membuat swasta menilai bahwa risiko mereka tak hanya finansial, tetapi juga institusional.

"Artinya secara kombinasi yang tidak akan dilirik oleh investor yang rasional," katanya.

Rizal memandang swasta juga berhadapan dengan lanskap kompetisi yang timpang akibat dominasi BUMN dalam proyek strategis nasional. BUMN punya privilege berupa akses modal murah, political access yang kuat, dan buffer risiko yang tak dimiliki pelaku usaha non-pemerintah.

"Dalam situasi seperti itu, swasta terperangkap dalam relasi yang subordinatif, selalu berada di sisi lemah," katanya.

(pta)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER