Anggota Komisi V DPR Adian Napitupulu marah saat membahas potongan 20 persen dari aplikator terhadap ojol di rapat dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Awalnya, Adian menayangkan bukti transaksi penggunaan aplikasi ojek online dengan biaya perjalanan Rp81 ribu. Lalu ada biaya lokasi Rp18 ribu, biaya jasa aplikasi Rp10 ribu, biaya asuransi Rp1.000.
Lalu Adian bertanya ke Wakil Menteri Perhubungan Suntana dan anak buahnya soal apa yang jadi dasar hukum biaya-biaya itu. Tapi, tak ada satu pun pejabat Kementerian Perhubungan yang hadir bisa menjawab.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada paling tidak di data ini Rp29 ribu dipungut dari driver dan konsumen tanpa dasar hukum apa pun," kata Adian pada rapat Kemenhub dengan Komisi V DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (30/6).
"Bisa tidak kita sebut pungli? Dan kalau kita bisa sebut pungli, bagaimana kalau saya katakan negara bertahun-tahun membiarkan pungli bertriliun-triliun rupiah terjadi di depan mata kita?" ucap Adian dengan nada meninggi.
Anggota Komisi V DPR lainnya, Sofwan Dedy, juga mengkritik pengabaian Kemenhub atas keluhan para driver ojol. Dia menyebut ratusan bukti sudah disampaikan Komisi V ke Kemenhub, tetapi tidak ada tindak lanjut.
Sofwan pun mempertanyakan ketidakhadiran Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi. Menurutnya, Dudy tak pernah hadir saat diundang membahas potongan 20 persen terhadap ojol.
"Saya sebenarnya sudah males ngomong karena suara kami ini seperti tidak didengar. Suara rakyat wong cilik yang menjadi ojol ini seperti enggak didengar. Pada pertemuan yang lalu, Pak Menteri berhalangan hadir. Hari ini berhalangan hadir lagi," ujarnya.
Setelah rapat, Suntana menyampaikan Kemenhub masih mengkaji persoalan potongan 20 persen untuk ojol. Dia berkata kajian dilakukan karena kebijakan ini berdampak pada jutaan lapangan kerja.
"Kita akan mencarikan solusi yang paling tepat untuk semua pihak karena sejak ada ojek online itu, ada beberapa yang terkait ada aplikator, ada mitranya sudah jutaan, dan juga ada UMKM," kata Suntana.
Sebelumnya, para pengemudi ojol memprotes potongan 20 persen yang dilakukan aplikator di setiap perjalanan. Bahkan, ada keluhan potongan menembus 50 persen.
Keluhan itu juga disampaikan saat aksi mogok pada 20 Mei. Para pengemudi ojol juga menitipkan keluhan itu ke Komisi V DPR.
"Akhirnya driver yang tidak ikut program itu jadi sepi, jadi anyep, enggak dapat order dia. Dipotong 20 persen plus disuruh bayar Rp3-Rp20 ribu, apa enggak dajal itu?" kata Irfan, pengemudi ojol perwakilan Lintas Gadjah Mada, pada rapat dengar pendapat Komisi V DPR di Jakarta, Rabu (21/5).
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengaku tidak bisa menyanksi perusahaan aplikator yang melakukan potongan 20 persen terhadap ojek online (ojol).
Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Aan Suhanan mengatakan Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor 1001 Tahun 2022 dan Peraturan Menhub Nomor 12 Tahun 2019 tidak mengatur sanksi.
"Jadi sanksi ini dari Kementerian Perhubungan bisa menyampaikan rekomendasi terkait aplikator ini apabila ditemukan adanya pelanggaran terhadap pemotongan 20 persen tersebut," kata Aan.