Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengklaim belum ada dampak perang dagang terhadap ekspor Indonesia.
Budi mengutip data ekspor yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) sejak Januari 2025-Mei 2025. Ia mengatakan kinerja ekspor Indonesia pada 5 bulan awal tercatat tumbuh 6,98 persen.
"Artinya, sebenarnya kalau kita lihat sekarang ini kita belum melihat ada gangguan perang dagang," tegasnya dalam Kajian Tengah Tahun (KTT) INDEF 2025 via Zoom, Rabu (2/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengamini bahwa sempat ada penurunan kinerja ekspor Indonesia pada April 2025. Budi menegaskan faktor utamanya adalah para pengusaha yang masih menunggu kepastian dari perang tarif.
BPS juga mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 hanya US$0,16 miliar. Itu adalah nilai surplus terendah dalam 60 bulan terakhir atau sejak Mei 2020.
Mendag Budi menyebut sebenarnya perang dagang sejatinya ada di setiap saat. Bedanya, perang kali ini pecah gara-gara Amerika Serikat (AS) mengenakan tarif tinggi untuk para mitra dagangnya.
Indonesia menjadi salah satu yang terdampak kebijakan tarif impor dari Presiden AS Donald Trump, yakni sebesar 32 persen. Namun, Budi mengatakan belum ada kesepakatan antara dua negara soal negosiasi tarif resiprokal.
"Kita masih proses negosiasi dan sekarang memang kalau tahap pertama kita sudah menyampaikan. Posisi kita memang sampai sekarang belum ada kesepakatan, jadi kita masih menunggu. Saya kira Amerika juga masih menghadapi masalah-masalah di internal. Jadi, sampai sekarang kita belum ada kesepakatan antara Amerika dengan Indonesia, termasuk tarifnya seperti apa," jelas Budi.
"Kita itu sebenarnya sudah mempersiapkan tim negosiasi, sekarang ada juga di kedutaan. Kadang-kadang Amerika ini kan cepat sekali gitu ya, cepat berubahnya maksud saya. Cepat berubah, sehingga kita harus antisipasi kalau ada perubahan ya kita sudah siap," sambungnya.
Ekonom Senior INDEF Tauhid Ahmad mengatakan tarif Trump turut berkontribusi pada kinerja ekspor Indonesia. Ini tercermin pada data ekspor Indonesia pada April 2025 lalu.
Beruntung sekarang sudah mulai kembali ke jalurnya, walau belum bisa dianggap normal. Tauhid mengatakan setidaknya Indonesia masih bisa menjaga surplus perdagangan di kisaran US$4 miliar.
"Walaupun, ini sifatnya temporary ya, Juni (2025) belum kelihatan. Tapi paling tidak ada pertanda bahwa memang wait and see-nya itu sebagian besar pelaku usaha mulai beranjak berubah," jelas Tauhid.
"Meskipun, ini strateginya front loading untuk ekspor. Namun, saya kira ini masih bisa dipertahankan sebelum ada keputusan resmi dari pemerintah strategi apa yang harus dilakukan oleh pelaku usaha," tambahnya.