Indonesia disebut mau membeli 50 unit pesawat Boeing agar tarif impor produk asal Indonesia ke Amerika Serikat (AS) turun menjadi 19 persen.
Klaim tersebut disampaikan Presiden AS Donald Trump pada Selasa (15/7). Ia menambahkan RI juga berkomitmen membeli komoditas AS lainnya.
Sebelumnya, Trump menghajar Indonesia dengan tarif 32 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebagai bagian dari Perjanjian tersebut, Indonesia telah berkomitmen untuk membeli Energi AS senilai $15 Miliar, Produk Pertanian Amerika senilai $4,5 Miliar, dan 50 Jet Boeing, banyak di antaranya adalah Boeing 777," kata Trump dalam sebuah unggahan di Truth Social, Rabu (16/7).
Menurutnya, kesepakatan itu dicapai setelah Trump berbicara dengan Presiden RI Prabowo Subianto.
Namun, pembelian besar-besaran pesawat Boeing oleh Indonesia ini perlu menjadi perhatian lantaran pesawat Boeing yang sering mengalami insiden, baik di Indonesia maupun secara global.
Berikut deret masalah yang menerpa Boeing:
Pesawat jenis Boeing 787-8 Dreamliner bernomor penerbangan AI-171 milik Air India jatuh di dekat Bandara Internasional Ahmedabad sesaat setelah lepas landas pada 12 Juni lalu.
Laporan awal kecelakaan yang menewaskan 260 orang ini mengungkap pilot dan kopilot sempat kebingungan soal kendala teknis, sebelum jatuh saat sedang mencoba lepas landas.
Laporan investigasi awal itu memaparkan dua saklar penghubung bahan bakar dan mesin secara hampir bersamaan berpindah ke posisi "cut-off", menyebabkan hilangnya tenaga pada mesin pesawat Boeing 787 Dreamliner itu.
Pesawat yang lepas landas dari Ahmedabad menuju London itu langsung kehilangan daya dorong tak lama setelah mengudara. Menurut laporan dari Biro Investigasi Kecelakaan Pesawat India (AAIB) yang dirilis pada 12 Juli, kehilangan daya ini menjadi pemicu kecelakaan udara paling mematikan dalam satu dekade terakhir di dunia.
Pesawat Jeju Air jenis Boeing 737-800 mengalami kecelakaan di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan pada 24 Desember 2024 lalu.
Pesawat yang membawa 175 penumpang dan enam pramugari itu dilaporkan gagal mendarat. Laporan awal menunjukkan Boeing 737-800 mendarat dengan roda pendaratan depan terangkat yang membuat pendaratan sangat buruk. Pesawat menabrak burung sehingga memicu kerusakan roda pendaratan.
Kecelakaan menimpa pesawat Boeing 737 Max milik Lion Air Flight 610 di perairan Karawang, Jawa Barat, pada 2018, serta menewaskan 189 orang.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengatakan masalah teknis dan desain berkontribusi pada jatuhnya pesawat tersebut.
Melansir detikcom, faktor-faktor yang memicu jatuhnya pesawat Boeing 737 seri MAX itu termasuk asumsi yang salah tentang bagaimana cara kerja dari perangkat anti-stall yang disebut Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS), dan bagaimana pilot menyikapinya.
Kecelakaan juga menimpa Boeing 737MAX 8 milik Ethiopian Airlines Flight 302 paa 2019 setelah tiga menit lepas landas dari Bandara Addis Abab. Kecelakaan ini menewaskan 157 orang.
Data awal yang diambil dari flight data recorder (FDR) kotak hitam pesawat Boeing 737 MAX 8 milik Ethiopian Airlines menunjukkan kesamaan dengan kecelakaan yang menimpa pesawat sejenis milik Lion Air.
Tak lama setelah kejadian tersebut, Boeing 737 Max sempat dilarang terbang selama 20 bulan.
Sementara itu, Boeing pada 2024 lalu mengaku bersalah atas dua kecelakaan maut pesawat 737 Max tersebut. Dengan begitu perusahaan lepas dari tuntutan keluarga korban sebesar US$24,8 miliar atau Rp403 triliun (asumsi kurs Rp16.270 per dolar AS).
Perusahaan hanya didenda US$487 juta atau Rp7,9 triliun karena akhirnya mengaku salah atas dua kejadian maut tersebut. Pabrikan pesawat asal Negeri Paman Sam itu mencapai kesepakatan dengan Departemen Kehakiman AS, meski ini menuai kritik.
"Kesepakatan yang menipu dan murah hati ini jelas tidak untuk kepentingan umum," protes Paul Cassell selaku profesor hukum di University of Utah yang mewakili banyak keluarga korban, dikutip dari CNN Business, Selasa (9/7).
Boeing disebut menipu pemerintah AS saat proses sertifikasi pesawat Boeing 737MAX.
Penipuan dilakukan oleh dua teknisi penerbangan Boeing terhadap Kelompok Evaluasi Pesawat Administrasi Penerbangan Federal (Federal Aviation Administration Aircraft Evaluation Group/FFA AEG).
Boeing menipu FAA AEG terkait bagian pesawat penting bernama Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) yang memengaruhi sistem kontrol penerbangan Boeing 737 MAX. Karena penipuan ini, dokumen kunci yang diterbitkan FAA AEG tidak memuat informasi tentang MCAS.
Begitu pula manual pesawat dan materi pelatihan pilot untuk maskapai penerbangan berbasis AS tidak memuat informasi MCAS.
Boeing kemudian membuat kesepakatan dengan Departemen Kehakiman AS untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan perjanjian penuntutan tertunda (Deferred Prosecution Agreement/DPA).
Berdasarkan DPA, Boeing akan membayar total denda pidana lebih dari US$2,5 miliar, terdiri atas denda pidana sebesar US$243,6 juta, pembayaran kompensasi kepada pelanggan maskapai Boeing 737 MAX sebesar US$1,77 miliar.
Lalu, ada pembayaran dana sebesar US$500 juta untuk korban kecelakaan yang diperuntukkan bagi ahli waris, kerabat, dan penerima manfaat hukum dari 346 penumpang yang meninggal dalam kecelakaan pesawat Boeing 737 MAX Lion Air Fligt 610 dan Ethiopian Airlines Flight 302.
(fby/pta)