ANALISIS

Bisakah Kopdes Merah Putih Menggerakkan Ekonomi Desa?

Sakti Darma Abhiyoso | CNN Indonesia
Selasa, 22 Jul 2025 07:35 WIB
Ekonom menilai pendekatan top-down dalam Kopdes Merah Putih tak akan efektif menggerakkan perekonomian desa dan meningkatkan kesejahteraan para anggota.
Menyalahi Ide Bung Hatta. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menganggap konsep Kopdes Merah Putih justru menyalahi ide Bapak Koperasi Indonesia, yakni Wakil Presiden RI ke-1 Mohammad Hatta.

Pada COREinsight terbitan 4 Juni 2025, mereka menegaskan koperasi bukan alat kepentingan individu, apalagi hanya pengurus atau pemerintah. Koperasi seharusnya hasil kesadaran bersama dari warga untuk memperbaiki taraf hidupnya.

"Jadi, kalau Koperasi Desa Merah Putih didesain sebagai bisnis monopoli, itu justru bertentangan dengan semangat koperasi Bung Hatta karena koperasi sejatinya tidak berorientasi pada mencari untung, melainkan pada memperkuat ekonomi rakyat secara kolektif," tegas CORE Indonesia dalam risetnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

CORE khawatir program ini justru menjadi celah baru penguasaan elit, bahkan hanya menjadi politisasi koperasi. Salah satu masalah yang disorot adalah skema pendanaan Kopdes Merah Putih.

Dua skema pembiayaan 80 ribu lebih Kopdes Merah Putih seperti tertuang dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2025, diklaim berpotensi membebani fiskal negara. Ini mengacu pada 2 bentuk pendanaan koperasi. Skema pertama, channelling di mana Kementerian Keuangan diminta mengucurkan dana kepada Kementerian Koperasi. Uang dari APBN itu bakal digunakan untuk pembangunan infrastruktur awal koperasi.

"Estimasinya mencapai Rp400 triliun, dengan asumsi 80 ribu koperasi menerima masing-masing Rp5 miliar. Ini bisa menimbulkan risiko tak terduga alias contingency risk terhadap APBN," tulis CORE mengingatkan.

Kedua, pendanaan dengan skema executing. Ini akan mengandalkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui Bank Himbara.

CORE menilai risiko gagal bayar cukup tinggi karena puluhan ribu koperasi tersebut baru dibentuk. Jika tidak dikelola hati-hati, skema ini berpotensi menurunkan kualitas portofolio kredit perbankan nasional, terutama bank pelat merah.

"Memberikan plafon dana Rp3 miliar-Rp5 miliar per koperasi tanpa kesiapan manajemen berpotensi membuka ruang penyimpangan. Tanpa semangat koperasi yang partisipatif dan tata kelola yang sehat, Koperasi Desa Merah Putih justru bisa mengulangi kisah koperasi simpan pinjam bermasalah di berbagai daerah," tandasnya.

Di lain sisi, Peneliti Next Policy Shofie Azzahrah mengingatkan bagaimana KUD di Orde Baru justru didominasi elit lokal. Banyak kepala desa atau pengurus yang ditunjuk oleh pemerintah, bukan dipilih langsung anggota koperasi. Ini berujung pada fenomena 'ketua untung duluan', sedangkan para anggota koperasi justru tak memperoleh manfaat semestinya.

"Untuk mencegah hal ini, pengelolaan Kopdes Merah Putih perlu diarahkan berbasis demokrasi ekonomi, di mana anggota koperasi berhak menentukan kebijakan, memilih pengurus melalui musyawarah, dan mengawasi jalannya usaha," jelas Shofie.

Shofie juga menyarankan pengaturan hukum dan kelembagaan yang jelas agar tak muncul kanibalisme dalam praktik Kopdes Merah Putih. Ada 4 saran yang diyakini bisa mencegah dampak negatif tersebut.

Pertama, anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) koperasi tidak cuma disusun anggota, melainkan melibatkan perangkat desa dan tokoh masyarakat yang memahami struktur ekonomi lokal. Ini penting untuk mengetahui batasan usaha yang sensitif dan mencegah potensi mematikan UMKM serta usaha warga non-anggota koperasi.

Kedua, Kementerian Koperasi bersama pemda perlu menetapkan sektor usaha strategis yang layak dijalankan Kopdes Merah Putih. Koperasi mesti ditempatkan sebagai agregator, distributor, dan fasilitator produksi warga, bukan pesaing usaha ritel atau mikro yang telah eksis.

"Ketiga, posisi Kopdes Merah Putih harus diperkuat sebagai mitra usaha lokal melalui skema kemitraan dalam rantai pasok desa, khususnya di sektor pertanian, peternakan, dan perikanan," saran Shofie.

"Terakhir (keempat), pengawasan perlu dilakukan secara berlapis oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD), inspektorat daerah, dan lembaga pengawas koperasi agar kegiatan Kopdes Merah Putih tetap adil, transparan, serta tidak menciptakan dominasi usaha yang merugikan pelaku ekonomi kecil," tambahnya.

(pta)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER