Mendag soal Marak 'Rojali' di Mal: Dari Dulu Fenomena Itu Ada

CNN Indonesia
Rabu, 23 Jul 2025 20:15 WIB
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyebut fenomena 'rojali' alias rombongan jarang beli bukanlah hal baru dalam dunia ritel.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyebut 'fenomena rojali' alias rombongan jarang beli bukanlah hal baru dalam dunia ritel. ( ANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYA).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyebut 'fenomena rojali' alias rombongan jarang beli bukanlah hal baru dalam dunia ritel.

Menurutnya, kebiasaan masyarakat yang hanya melihat-lihat barang tanpa membeli sudah terjadi sejak lama dan merupakan bagian dari perilaku konsumen yang wajar.

"Kan kita bebas. Kan saya bilang kan, kita tuh bebas mau beli di online, mau beli di offline, kan bebas. Kan dari dulu juga fenomena itu juga ada," ujar Budi saat ditemui di Pusat Grosir Cililitan, Jakarta Timur, Rabu (23/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menilai perilaku konsumen yang hanya melihat-lihat barang di toko sebelum memutuskan membeli adalah hal yang lumrah. Masyarakat, menurutnya, berhak memastikan kualitas dan harga barang sebelum memutuskan transaksi.

"Masa dilihat-lihat aja? Ya, kan namanya orang, dari dulu kan juga gitu. Namanya orang mau belanja dicek dulu. Yang pengen lihat barangnya bagus enggak, harganya seperti apa. Jangan sampai nanti dapat yang palsu misalnya, dapat barang rekondisi kan. Makanya dicek, barangnya bagus, ya beli," jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonsus Widjaja menambahkan fenomena rojali bukan sesuatu yang baru.

Namun, belakangan ini intensitasnya meningkat akibat beberapa faktor, terutama menurunnya daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah.

Ia menyebut meskipun jumlah pengunjung pusat perbelanjaan masih meningkat, pola belanja mereka berubah. Banyak konsumen yang kini lebih selektif, hanya membeli barang dengan harga satuan yang lebih murah atau benar-benar dibutuhkan saja.

Alphonsus optimistis fenomena rojali ini tidak akan berlangsung lama. Ia meyakini seiring dengan meningkatnya stimulus dan kebijakan pemerintah untuk mendorong daya beli, pola konsumsi masyarakat akan kembali normal.

"Kalau daya belinya pulih, 'rojali'-nya pasti berkurang. Jadi kami yakin ini fenomena ini enggak akan selamanya, ini hanya sifatnya sementara, di mana daya beli masyarakat masih belum pulih," ujarnya.

Menurut dia, peningkatan fenomena rojali mulai terasa sejak Ramadhan 2024, saat daya beli masyarakat mulai mengalami tekanan.

Ketika itu, momen Ramadhan dan Idulfitri yang biasanya menjadi puncak penjualan ritel tidak mencapai hasil maksimal. Setelah Lebaran, kondisi semakin berat karena masuk periode low season yang tahun ini terasa lebih panjang.

[Gambas:Video CNN]

(del/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER