Perusahaan ritel minuman dan makanan PT Platinum Wahab Nusantara Tbk (TGUK) dengan merek dagang Teguk akan diakuisisi oleh perusahaan asal Singapura, Visionary Capital Global Pte Ltd (VCG).
Proses pengambilalihan saham mayoritas ditargetkan rampung sebelum akhir 2025.
"Pada tanggal 18 Juli 2025, pemegang saham pengendali perseroan yaitu PT Dinasti Kreatif Indonesia (DKI) bersama dengan Visionary Capital Global Pte Ltd (VCG) selaku calon pembeli telah menandatangani Perjanjian Jual Beli Bersyarat (CSPA) terkait penjualan saham perseroan sebanyak 2.119.104.818 lembar saham sehingga VCG akan memiliki dan menguasai sebesar 59,34 persen," tulis manajemen TGUK dalam laporannya di Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (24/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, informasi rencana akuisisi telah disampaikan kepada publik pada 23 Mei 2025 silam. Proses akuisisi ini masih dalam tahap pemenuhan syarat pendahuluan (condition precedent) dan menanti tinjauan regulator terhadap TGUK. Apabila seluruh tahapan telah diselesaikan, maka saham TGUK akan kembali aktif diperdagangkan di BEI.
Namun, jika proses akuisisi tidak tuntas sebelum atau paling lambat 30 September 2025, kecuali disetujui lain oleh kedua belah pihak, maka CSPA akan berakhir secara otomatis.
VCG akan menjadi pemegang saham pengendali baru jika transaksi rampung dan diwajibkan melakukan penawaran tender wajib (Mandatory Tender Offer) sesuai ketentuan POJK No 9/POJK.04/2018 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.
Lebih lanjut, TGUK juga mengonfirmasi VCG telah menempatkan sejumlah petingginya di jajaran manajemen perusahaan.
"Saat ini VCG telah memasukkan petinggi di mana telah menjabat komisaris dan direktur ke perseroan. Mereka masih menunggu atas penyelesaian terhadap BEI dan OJK, apabila telah selesai permasalahan ini mereka akan mengambil alih saham Dinasti Kreatif Indonesia sebesar 59 persen dan akan mengadakan MTO setelah itu," bunyi keterangan pihak perusahaan lebih lanjut.
Manajemen juga menyebut VCG memiliki rencana untuk mengembangkan bisnisnya lebih lanjut di bawah naungan Teguk setelah proses pengambilalihan selesai.
Hingga saat ini, TGUK menyatakan tidak ada dampak material terhadap operasional perusahaan akibat proses akuisisi tersebut.
"Rencana pengambilalihan masih dalam proses pemenuhan persyaratan pendahuluan sebagaimana diatur dalam PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) . Hingga saat ini tidak ada dampak material pada kegiatan operasional Perseroan," ujar manajemen.
Sejalan dengan proses akuisisi, laporan keuangan TGUK untuk periode 2024 menunjukkan sejumlah tekanan signifikan. Salah satu temuan utama adalah penurunan besar pada nilai persediaan yang tercatat sebesar Rp22,5 miliar per 30 September 2024 menjadi hanya Rp1,1 miliar pada 31 Desember 2024.
Penurunan ini terjadi karena banyaknya barang yang rusak dan kedaluwarsa, menyusul penutupan besar-besaran gerai yang menyebabkan jumlah outlet berkurang drastis dari sekitar 180 menjadi 26 gerai pada akhir tahun.
Selain itu, TGUK juga mengalami penghapusan uang muka pembelian persediaan senilai Rp23,1 miliar menjadi Rp2,4 miliar. Penghapusan dilakukan atas barang-barang yang telah dibeli namun mengalami kerusakan sebelum digunakan, yang juga dikaitkan dengan penurunan aktivitas bisnis.
Uang muka pembelian aset tetap juga turun dari Rp61,6 miliar menjadi Rp49,9 miliar karena adanya retur pembelian dan pengembalian dana oleh vendor.
Pihak perusahaan menyatakan saat ini masih menggunakan pencatatan persediaan secara manual dengan Excel dan E-Resto, setelah berhenti menggunakan sistem ESB sejak Januari 2025.
Terkait pendanaan, TGUK sebelumnya menerima dana hasil penawaran umum sebesar Rp117 miliar pada Juli 2023, dengan Rp88 miliar langsung ditransfer ke empat pihak untuk rencana pembukaan 125 gerai. Namun, hanya 26 gerai yang terealisasi, sementara sisanya gagal terlaksana.
Dana Rp30 miliar sempat dikembalikan oleh vendor akhir tahun 2023, dan sebagian telah dikirimkan kembali awal 2024.
Perusahaan juga menghadapi kewajiban pajak sebesar Rp11,2 miliar serta beban pokok penjualan yang melonjak hingga Rp87 miliar pada akhir 2024, terutama akibat penghapusan persediaan.
Sementara itu, pendapatan TGUK pada 2024 tercatat sebesar Rp71,2 miliar, turun dibandingkan periode sebelumnya, dengan mayoritas diperoleh dari penjualan makanan. Dalam menjawab pertanyaan BEI, manajemen TGUK menyebut laporan keuangan sedang dalam proses restatement atas sejumlah kesalahan pencatatan.