Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda ikut menyoroti praktik 'Asal Bapak Senang' yang membuat jurus-jurus Presiden Prabowo justru tak ampuh memberantas kemiskinan.
Salah satu contoh nyata kegagalan pemerintah adalah memperbaiki penyaluran bantuan sosial (bansos). Huda menyebut setidaknya ada 2 masalah utama terkait bansos di Indonesia.
Pertama, exclusion error. Ini membuat orang yang seharusnya memperoleh bansos malah tidak mendapatkan hak tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, inclusion error. Huda mengatakan ada juga temuan mengenai masyarakat yang seharusnya tidak dapat justru mengantongi bansos dari pemerintah.
"Keduanya berawal dari data yang tidak valid dan tidak menggunakan data tunggal. Maka dari itu, yang paling utama adalah data harus diperbaiki. Data Registrasi Sosial Ekonomi BPS harusnya bisa digunakan untuk melihat data orang miskin by name by address. Dan paling penting adalah menggunakan standar internasional, tidak 'Asal Bapak Senang'," tuturnya.
Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan tantangan pengentasan kemiskinan juga muncul dari pekerja sektor informal yang mendominasi hingga lebih dari 55 persen.
Ini membuat mayoritas pekerja berada dalam kategori rentan terhadap guncangan ekonomi, baik dari sisi upah, perlindungan sosial, sampai stabilitas pekerjaan.
Ia menilai pekerjaan rumah terbesar Presiden Prabowo dan para pembantunya sekarang adalah membenahi kualitas intervensi sosial dan ekonomi. Yusuf menegaskan aksi ini mesti dibarengi akurasi basis data.
"Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang digunakan sebagai acuan penyaluran bansos kerap mendapat kritik karena masih menyisakan eksklusi dan inklusi eror. Tanpa pembaruan data yang lebih akurat dan dinamis, penargetan program perlindungan sosial rawan tidak tepat sasaran, terutama bagi kelompok miskin ekstrem yang cenderung tidak terdata secara formal," jelasnya.
Yusuf juga mewanti-wanti efektivitas instrumen lain yang dipakai pemerintah, seperti program padat karya, bantuan tunai bersyarat, dan pemberdayaan ekonomi mikro. Menurutnya, poin-poin tersebut masih sangat bergantung pada desain program dan koordinasi lintas sektor.
Ia melihat Danantara punya celah untuk mulai mengambil peran dalam membantu Prabowo menghilangkan kemiskinan ekstrem di Indonesia. Walau, peran tersebut belum bakal ampuh 100 persen.
"Investasi melalui badan seperti Danantara bisa menjadi pelengkap, tetapi belum cukup untuk menjangkau akar masalah kemiskinan ekstrem, terutama di wilayah terpencil dan kelompok rentan struktural," tutup Yusuf.
(agt)