Pengusaha Bersuara soal Wacana Hapus Beras Premium-Medium
Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Sutarto Alimoeso menyatakan pihaknya memahami langkah pemerintah yang ingin menghapus klasifikasi mutu beras premium dan medium.
Namun, kebijakan tersebut memiliki dampak yang beragam bagi pelaku usaha.
"Setiap ada keputusan pemerintah, kami selalu diskusikan dengan anggota. Kami menganalisa untung-ruginya. Tapi secara umum, kebijakan ini berkaitan dengan bagaimana penyediaan pangan, khususnya beras, untuk seluruh masyarakat," ujar Sutarto kepada CNNIndonesia.com, Kamis (31/7).
Menurutnya, banyak penggilingan padi kecil yang belum mampu memproduksi beras dengan kadar patah (broken) rendah.
Lihat Juga : |
"Di lapangan, broken itu memang banyak. Pemerintah memahami ini. Kalau mau direvitalisasi supaya broken-nya lebih sedikit, memang ada kendala di lapangan," jelas dia.
Ia menjelaskan tingginya kadar broken tak selalu berdampak pada keamanan pangan. Faktor seperti infeksi jamur atau bahan kimia justru lebih menentukan keamanan beras.
Namun, kadar broken bisa memengaruhi derajat sosoh atau tingkat kebersihan gabah yang digiling, yang juga berkaitan dengan kandungan vitamin dalam beras.
"Semakin bersih digiling, makin tinggi derajat sosohnya, tapi vitaminnya bisa berkurang. Jadi ada plus-minus. Penggilingan padi kecil biasanya menggiling hari ini, dijual hari ini juga. Tidak disimpan lama, jadi risiko infeksi biologis lebih kecil," ujarnya.
Ia menilai penghapusan klasifikasi beras ini pada dasarnya dapat diterima selama kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) tetap sejalan dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
"Jangan sampai HET-nya tidak sesuai dengan HPP. Itu yang penting," katanya.
Meski begitu, Sutarto mengakui pelaku usaha yang selama ini sudah memproduksi beras premium dengan harga lebih tinggi mungkin akan merasa terganggu. Namun ia menekankan kebijakan ini perlu dilihat dari aspek keadilan bagi pelaku usaha kecil dan kebutuhan masyarakat luas.
"Kalau keuntungannya beda, yang kecil nerima margin kecil, itu tidak adil. Harusnya keuntungan per unit tidak berbeda antara besar dan kecil. Lagi pula masyarakat tidak selalu membutuhkan beras kualitas tinggi," ujar Sutarto.
Ia menambahkan tantangan utama dari kebijakan ini justru berada di tingkat konsumen.
Banyak konsumen yang terbiasa mengidentifikasi beras premium sebagai beras yang bersih, mengkilap, dan rasanya manis. Namun sebenarnya, beras dengan derajat sosoh tinggi justru memiliki kandungan vitamin lebih sedikit.
"Konsumen kita terlanjur kebalik-balik. Seolah-olah yang bersih dan mengkilat itu pasti bagus. Padahal, itu standar untuk ekspor agar lebih awet. Kalau bicara kandungan gizi, aleuron, yang mengandung vitamin, justru banyak terbuang saat digiling bersih," terangnya.
Sutarto menyebut sebagian anggota Perpadi sudah menyampaikan kekhawatiran, terutama terkait investasi yang sudah dilakukan untuk memproduksi beras premium. Namun menurutnya, suara yang muncul bukan bentuk penolakan tegas.
"Kalau protes sih enggak. Paling keluhannya begini, 'Saya sudah investasi begini, nanti gimana ya?' Itu bentuknya lebih ke beda pandangan saja," kata dia.
Ia menyampaikan bahwa Perpadi tetap mengikuti arah kebijakan pemerintah, sembari terus berdiskusi dan menyampaikan masukan secara kolektif dari anggotanya.
Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) berencana merevisi Peraturan Bapanas Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras, termasuk menghapus klasifikasi mutu beras premium dan medium.
Revisi ini merupakan bagian dari penyederhanaan regulasi dan penyesuaian dengan kondisi lapangan, menyusul maraknya praktik beras oplosan.
Langkah tersebut dibahas dalam rapat bersama lintas lembaga, antara lain Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Kementerian Pertanian, Perum Bulog, BSN, Kementerian Perdagangan, BRIN, serta Perpadi sendiri.
Deputi Bapanas Andriko Noto Susanto mengatakan standar pangan nasional harus menjamin mutu dan keamanan produk namun tetap dapat dilaksanakan oleh pelaku usaha di semua level.
Sementara itu, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menilai klasifikasi premium dan medium sudah tidak relevan, sedangkan Menko Pangan Zulkifli Hasan atau Zulhas menyebut ke depan hanya akan ada dua jenis beras, yakni beras umum dan beras khusus yang disertifikasi pemerintah.
(del/sfr)