Badan Pangan Nasional (Bapanas) meminta para pelaku ritel modern untuk tetap menjual beras yang tidak memenuhi standar mutu premium.
Namun, mereka meminta penjualan dilakukan dengan penyesuaian harga yang lebih rendah.
Imbauan ini dikeluarkan agar tidak terjadi kekosongan pasokan di pasar dan konsumen tetap dapat mengakses beras dengan harga yang sesuai kualitasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Langkah ini supaya tidak shortage di lapangan. Beras-beras ini masih baik, hanya tidak sesuai antara isi dengan packaging-nya. Jadi harganya harus diturunkan sesuai dengan isi yang ada di dalamnya. Dari pengamatan kita bersama, cek di lapangan, harga itu diturunkan sekitar Rp1.000," ujar Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi di Jakarta dalam keterangan resmi, Senin (28/7).
Imbauan tersebut disampaikan secara resmi oleh Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas melalui surat bernomor 589/TS.02.02/B/07/2025 tertanggal 25 Juli 2025 kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
Dalam surat itu disebutkan ritel tetap diminta menjalankan transaksi penjualan seperti biasa dan tetap menjual stok yang sudah ada di gudang maupun rak penjualan.
Namun, terhadap beras yang terindikasi tidak memenuhi ketentuan mutu beras premium, Badan Pangan meminta dilakukan penurunan harga sesuai dengan kualitas dalam kemasan.
"Jadi beras yang sudah on sale, yang sudah ada di rak-rak, sudah ada di pasar, itu bukan ditarik kembali, karena kalau ditarik kembali, nanti malah ada kekosongan. Masyarakat mau beli jadi susah. Beras-beras ini kualitasnya masih baik, hanya broken-nya tinggi. Nah, itu kita minta untuk di-adjust harganya. Jadi customer tetap bisa beli beras sesuai kualitas yang ada," lanjut Arief.
Data Panel Harga Pangan Bapanas per 28 Juli menunjukkan rerata harga beras premium secara nasional mulai menurun. Di Zona 1, harga turun dari Rp15.500 menjadi Rp15.489 per kilogram (kg); di Zona 2 dari Rp16.583 menjadi Rp16.572 per kg; dan di Zona 3 dari Rp18.159 menjadi Rp18.150 per kg.
Arief menambahkan pemerintah bersama Satgas Pangan Polri menerapkan pendekatan ultimum remedium agar pasokan tetap stabil dan tidak menimbulkan kekhawatiran berlebih di masyarakat.
Ia mengingatkan situasi ini berbeda dengan kasus kelangkaan minyak goreng yang menyebabkan rak-rak kosong di masa lalu.
"Dulu ada kejadian minyak goreng, kemudian semua rak kosong, tidak ada barang, itu malah bisa membuat suatu kegaduhan baru lagi. Padahal masalah beras ini pada broken rice-nya. Dan Rakortas yang dipimpin oleh Pak Menko Pangan kemarin, semua menyepakati agar beras tidak perlu ditarik, karena kalau ditarik, justru bisa membuat kegaduhan baru lagi," jelasnya.
Meski demikian, Arief menegaskan pemerintah tetap akan bertindak tegas terhadap praktik yang dianggap merugikan konsumen. Penindakan akan dilakukan bersama kepolisian dan Kejaksaan Agung sebagai bagian dari upaya perlindungan terhadap masyarakat.
"Kalau kata Bapak Presiden, praktik menjual beras yang tidak sesuai, itu penipuan ke rakyat. Beliau sangat concern. Ini memang waktunya kita berbenah, jadi self-correction di semua lini. Jadi memang perlu tindakan tegas supaya memberikan efek jera. Demikian seriusnya kita semua supaya masyarakat luas tidak dirugikan," kata Arief.
Ia juga secara khusus menyoroti pengawasan distribusi beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang tidak boleh disalahgunakan.
"Jadi saya sendiri meminta kepada Bapak Dirut Bulog, supaya bisa menjaga distribusi beras SPHP ini. Tidak boleh menggunting karungnya, setelah itu di-mix, dicampur lagi dengan jenis lain, tidak boleh. Itu pidana dan jika terbukti, pasti tidak segan-segan diberi hukuman yang setimpal," ujarnya.
Sebagai informasi, pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp1,3 triliun dari APBN untuk mendukung program SPHP periode Juli hingga Desember 2025. Dengan keterlibatan anggaran negara, pemerintah menegaskan tidak ada toleransi terhadap praktik penyalahgunaan beras SPHP di pasar.
(del/agt)