Kemenhut Akhirnya Bersuara soal Viral Proyek 619 Vila di Pulau Padar
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) merespons isu viral soal rencana pembangunan 619 fasilitas, mencakup; vila, spa, hingga tempat gym di Pulau Padar di Taman Nasional Komodo.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Luar Negeri Kemenhut Krisdianto mengatakan fasilitas tersebut bakal dibangun oleh PT Komodo Wildlife Ecotourism.
KWE memang berstatus pemegang izin usaha sarana pariwisata alam sejak 2014, sesuai SK Menteri Kehutanan No:SK.796/Menhut-II/2014.
Krisdianto menjelaskan pembangunan fasilitas sarana dan prasarana itu nantinya dilakukan dalam 5 tahap dan dibagi kepada 7 blok lokasi. Namun, pembangunan tersebut masih belum bisa dieksekusi.
"Terkait dengan rencana tersebut (pembangunan vila hingga spa), saat ini masih pada tahap konsultasi publik atas dokumen Environmental Impact Assessment (EIA) sesuai standar World Heritage Centre (WHC) dan International Union for Conservation of Nature (IUCN)," jelas Krisdianto dalam pernyataan resmi, Selasa (5/8).
"Pemerintah Indonesia tidak akan mengizinkan pembangunan apa pun sebelum dokumen EIA ini disetujui oleh WHC dan IUCN, sebagai bagian dari komitmen terhadap perlindungan Outstanding Universal Value (OUV) situs warisan dunia," tegasnya.
Anak buah Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni itu juga mengklarifikasi luas pembangunan yang akan digarap KWE. Ia mengklaim luasnya kurang lebih 15,375 hektare atau 5,64 persen dari 274,13 hektare total perizinan berusaha KWE di Pulau Padar.
Kemenhut selaku penanggung jawab Taman Nasional Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu kemudian membantah pemberitaan yang menyebut luas perizinan bagi PT Komodo Wildlife Ecotourism mencapai 426 hektare.
Di lain sisi, Kementerian Kehutanan mengklaim telah melakukan kajian dampak secara ilmiah dan partisipatif. Kemenhut bahkan mengaku sudah menggelar forum konsultasi publik di Labuan Bajo pada 23 Juli 2025 lalu.
"Dokumen EIA disusun oleh tim ahli lintas disiplin dan telah dikonsultasikan secara terbuka bersama para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, tokoh masyarakat, LSM, pelaku usaha, dan akademisi," klaim Kemenhut.
"Pemerintah akan memastikan bahwa setiap pembangunan tidak akan berdampak negatif terhadap kelestarian komodo dan habitatnya. Evaluasi terhadap OUV, baik dari aspek ekologi, lanskap, hingga sosial-budaya menjadi dasar utama dalam seluruh proses penilaian," tegasnya.
Krisdianto mengatakan Kemenhut menghargai perhatian publik terhadap keberlanjutan dan kelestarian komodo dan Pulau Padar. Namun, mereka meminta seluruh pihak sabar menunggu proses penilaian internasional yang masih berlangsung.
(skt/agt)