Institute for Development of Economics and Finance (Indef) bingung dan mempertanyakan keabsahan data pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,12 persen di kuartal II (Q2) 2025 yang diungkap Badan Pusat Statistik (BPS).
Pertanyaan diajukan Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho terkait perbedaan data pertumbuhan ekonomi dengan kondisi nyata di lapangan.
Ia juga menyoroti pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor yang mencapai 5,37 persen (yoy) atau di atas pertumbuhan ekonomi dan menyandingkannya dengan konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 4,97 persen persen (yoy).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga menyoroti fenomena rombongan jarang beli (rojali) yang dikeluhkan pengusaha ritel.
"Ketika kami konfirmasi ke retailer dan kami tanyakan asosiasi, tidak terlihat begitu, bahkan fenomena rojali yang mendorong industri ritel tumbuh tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya," kata Andry pada diskusi publik Indef di Jakarta, Rabu (6/8).
Andry mengatakan pertumbuhan ekonomi ini anomali dengan data tersebut. Ini juga anomali karena tidak didukung faktor musiman, seperti lebaran sebagaimana terjadi pada kuartal I 2025 kemarin ataupun kuartal II 2024.
Apalagi pada saat bersamaan, pemerintahan Prabowo juga masih memberlakukan efisiensi anggaran baik untuk rapat atau kunjungan dinas yang biasanya mendorong pertumbuhan sektor perhotelan.
Di tengah kondisi itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) justru menunjukkan sektor akomodasi dan makan minuman tumbuh 8,04 persen.
"Kita tahu efisiensi seharusnya berdampak pada pertumbuhan akomodasi menurun," ujarnya.
Lihat Juga : |
"Apakah data ini sebetulnya vaild sesuai kondisi di lapangan?" ucapnya.
Ekonom senior Indef Mohamad Fadhil Hasan menyoroti pertumbuhan sektor pengolahan alias manufaktur yang tumbuh 5,68 persen. Padahal, indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur kontraksi.
"Bagaimana leading economic indicatornya konstraksi, tapi pertumbuhan meningkat signifikan sekali?" ucap Fadhil.
Dia juga mempertanyakan perbedaan signifikan pertumbuhan ekonomi 5,12 persen dengan prediksi berbagai lembaga, termasuk pemerintah.
Secara tahunan, ucapnya, Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 4,7-5,1 persen. Kementerian Keuangan memprediksi pertumbuhan 4,7-4,9 persen.
Selain itu, Indef dan beberapa lembaga kajian ekonomi memprediksi pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2025 4,8-4,95 persen. Begitu pula konsensus 30 ekonom yang memprediksi pertumbuhan 4,79-4,8 persen.
"Kita mendoronglah pemerintah memberikan penjelasan komunikasi lebih lanjut dan mendorong pemerintah melihat secara lebih mendasar lagi dari metodologinya," ucapnya.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menampik anggapan tentang pemerintah merekayasa data. Dia mengatakan sejumlah sektor konsumsi di masyarakat memang menunjukkan pertumbuhan.
"Mana ada (permainan data pertumbuhan ekonomi)," ucap Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (5/8).
(dhf/agt)